JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus serangan teror bom beruntun di Surabaya menunjukkan Polda Jawa Timur tidak sigap dalam manajemen sistem deteksi dan antisipasi dini.
Hal itu dikatakan Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane. Padahal, mereka menilai serangan itu terjadi tak lama usai pecahnya kerusuhan di Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob.
Adapun peristiwa bom yang tiada henti itu membuat cemas situasi masyatakat, terlebih jika jajaran kepolisian tidak bisa segera mengendalikan.
Baca Juga :IPW Sebut Polres Bengkalis “Lebay”, Ini Bantahan Kapolres
"Masyarakat akan semakin resah dan merasa tidak aman. Sementara bulan suci Ramadan sudah di depan mata. Bagaimana pun masyarakat butuh situasi aman saat melaksanakan ibadah Ramadan," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (14/5/2018).
Polri dan kalangan intelijen, imbuhnya, perlu bekerja ekstrakeras untuk menghentikan aksi teror itu agar tidak ada celah bagi teroris untuk beraksi. Terlebih, tak lama lagi akan digelar sidang tuntutan terhadap tokoh teroris bom Thamrin Aman Abdurrahman yang rencananya akan berlangsung pada Jumat (18/5/2018) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dia memandang, Aman merupakan otak teror bom Thamrin yang terjadi pada Januari 2016 lalu. Ucapan dan perintah tokoh Jamaah Ansorut Daulah (JAD) itu sangat didengar dan diikuti para pengikutnya, termasuk melakukan aksi bom bunuh diri.
"Situasi ini perlu diantisipasi kepolisian. Pagar betis harus dilakukan agar pengikut Aman tidak punya celah untuk menebar teror balas dendam," jelasnya.
Karena itu, ditegaskannya, melihat teror yang beruntun di Surabaya,
jajaran kepolisian harus lebih cermat. Pasalnya, kasus Surabaya
memunculkan empat fenomena dalam dunia terorisme tanah air.