PASIRPENGARAIAN (RIAUPOS.CO) - Penyebaran radikalisame dan terorisme menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Dari sekian upaya untuk membendung penyebaran paham radikal terorisme tersebut, mencegah merupakan upaya paling efektif. Dan ini meski melibatkan banyak pihak.
“Mencegah jelas lebih baik untuk menanggulangi terorisme yang berkedok agama, dibandingkan harus menyembuhkan. Dari sisi agama, ada beberapa langkah yang dapat menangkal propaganda radikalisme terorisme tersebut,” begitu kata Kanwil Kemenag Rohul melalui Kasi Pendis H Masri Manas SAg, dalam rilis yang diterima riaupos.co Ahad (28/5/2023).
Langkah yang dimaksud ialah, antara lain untuk meluruskan pemahaman ajaran agama dan menghindari kekeliruan yang sering terjadi. Tokoh agama dan tokoh masyarakat harus saling bekerjasama untuk menangkal paham ini, juga melakukan pencegahan dari dalam umat beragama sehingga benih-benih itu tidak timbul.
“Apabila ada orang atau kelompok yang terjangkiti paham radikalisme, hendaknya dilakukan pendekatan keagamaan secara simpatik, sehingga dapat menyadarkan kelompok ini. Perlu juga diadakan ceramah dan diskusi-diskusi yang simpatik dengan kelompok-kelompok yang terkontaminasi oleh kelompok radikal,” imbuhnya.
Disampaikannya lagi, bahwa paham radikalisme yang mengarah pada terorisme sebenarnya bukan masalah baru, tapi telah terjadi pada awal perkembangan agama-agama dunia. Kelompok ini dinilai salah dalam memahami agama, sehingga mengarah pada radikalisme.
Penyebabnya, sebagian karena pemahaman agama yang sempit dan dangkal. Sebab lainnya karena menggunakan agama untuk kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, atau kepentingan politik.
“Dengan mengatasnamakan agama, mereka meyakini akan dapat mempengaruhi banyak orang, sehingga ambisinya terwujud. Mencegahnya adalah dengan jalan memberikan pemahaman agama secara utuh, integral dan komprehensif sehingga ajaran agama itu tidak dipahami secara parsial yang mengakibatkan terjadi kesalahpahaman,” tuturnya.
Langkah berikutnya adalah memberikan informasi kepada umat beragama agar tidak mudah diprovokasi oleh kelompok ini, sehingga rencana mereka akan gagal. Kaitannya dengan keutuhan NKRI, para penganut agama harus menyadari bahwa NKRI adalah merupakan bagian dari kehidupan beragama. Karena itu wajib dipertahankan dengan sungguh-sungguh.
“Dengan demikian, kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa, dan bernegara akan menjadi tenang, dan kekacauan akan dapat dihindari dengan baik,” tukasnya.
Dia juga mengatakan, dan mengajak kepada pemuka agama harus bisa fokus memberikan pencegahan dan pencerahan pada masyarakat supaya tidak menimbulkan suasana panas dan bergejolak. Karena dengan adanya paham radikalisme yang berkembang dewasa ini dengan bekerjasama pihak aparat maupun pihak berwenang untuk menjaga suasana kondusif, sehingga perlu program pencegahan yang melibatkan beberapa stake holder baik pemerintah maupun non pemerintah.
Selain pencegahan, program kedua adalah rehabilitasi dan deradikalisasi yang menyasar para napi pelaku terorisme, baik yang di dalam Lembaga Pemasyarakat (Lapas) dan di luar Lapas.
“Paham radikal terorisme tidak bisa diselesaikan dengan cara kekerasan seperti yang dulu digunakan pemerintah Orde Baru. Sekarang pemerintaah dan negara harus hadir melindungi rakyatnya dari ancaman-ancaman yang ditimbulkan dari gerakan tersebut terutama dengan memperkuat ideologi bangsa dan ekonomi rakyat,” jelasnya.
Kemenag Rohul mengungkapkan bahwa, ketika masih dalam urusan agama, radikal itu masih bisa didiskusikan di mushola-mushola atau masjid. Tetapi bila sudah keluar dari masalah agama dan masuk ke masalah sosial dan politik, serta melibatkan banyak orang, radikalisme itu harus dicegah dan diantisipasi karena itu menjadi pintu masuk radikalisme. Dengan demikian, upaya pencegahan itulah yang harus dikedepankan dalam menciptakan kedamaian dan keutuhan NKRI.
“Di Rohul juga banyak organisasi kemasyarakatan keagamaan dan sosial yang peduli terhadap pemikiran keagamaan yang inklusif. Itulah kekuatan dan benteng peradaban kita,” tuturnya.
Selain itu, Kemenag Rohul juga berharap orang tua membentengi keluarga dan anaknya dari pengaruh ISIS dan paham radikal lainnya seperti Negara Islam Indonesia (NII), dan Orang tua harus berhati-hati dalam memilih tokoh atau guru agama yang mengajar anak-anaknya.
“Pilih guru agama yang memiliki pemikiran inklusif dan bukan garis keras. Bila ada guru yang mengajarkan membunuh orang lain yang memiliki paham dan keyakinan berbeda, jangan diikuti,” ucapnya.
“Partisipasi para guru tidak terbatas pada guru pelajaran agama, tetapi juga guru pelajaran lain. Tidak mesti menyita waktu, tetapi bisa disampaikan sepintas lalu tetapi sering. Itu akan lebih membawa dampak besar,” tuturnya.
Selain itu, keluarga sebagai benteng pertama untuk menghalau dan mengantisipasi pengaruh paham ISIS dan Paham Radikal Lainnya dengan melakukan upaya preventif melalui nasihat-nasihat yang baik.
Laporan: Agustiar (Pekanbaru)
Editor: E Sulaiman