KAPOLRI: JANGAN ADA ISU LIAR PERGANTIAN PIMPINAN

Perkuat Penanganan Covid-19 di Riau

Nasional | Kamis, 02 Juli 2020 - 10:30 WIB

Perkuat Penanganan Covid-19 di Riau
Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi (kanan) menyerahkan potongan kue kepada Gubernur Riau Drs H Syamsuar MSi pada acara peringatan Hari Bhayangkara ke-74 di Aula Bhayangkara Mako Brimob Polda Riau, Pekanbaru, Rabu (1/7/2020). (HUMAS POLDA RIAU FOR RIAUPOS.CO)

Minta Maaf ke Masyarakat
Peringatan HUT Polri ke-74 yang digelar kemarin sungguh berbeda. Kapolri Jenderal Idham Aziz memberikan sambutan yang menyinggung soal pergantian pimpinan di tubuh Korps Bhayangkara. Mungkin untuk mengantisipasi atau malah bisa jadi memberikan sindiran kepada situasi yang sedang terjadi dalam internal kepolisian.

Dalam sambutan tersebut, di awal-awal Jenderal Idham memberikan pesan terkait profesionalitas dalam bekerja. Menurutnya, bekerja baik belum tentu dinilai baik. Pesan itu mungkin terasa sederhana, namun faktanya memang setiap hari poisi dituntut melakukan perbuatan, kegiatan dan tindakan yang terbaik.


"Hanya dengan cara itu kita dicintai rakyat," ujarnya.

Namun, bukan berarti seperti candaan anak-anak muda di luar. Yang menyebut kenapa Polri itu manis, karena seperti cokelat.

"Itu cuma candaan ya, saya berharap semua jajaran dapat bergandeng tangan dengan TNI," tuturnya.

Dia menjelaskan, suka atau tidak suka saat ini penilaian masyarakat terhadap Polri baik. Bahkan, 82 persen masyarakat menganggap kinerja Polri bagus.  "Mempertahankan ini lebih susah dari pada meraihnya," urainya.

Karena itu, diharapkan Kapolri selanjutnya bisa lebih baik lagi. Dentumkan harapan setinggi langit, lalu biarkan Tuhan yang memilih.

"Siapa nanti di antara rekan-rekan sekalian yang jadi. Semua yang di ruangan ini punya kesempatan," paparnya.

Dia menegaskan jangan sampai ada istilah, senang melihat teman susah atau susah melihat teman senang. "Saya perlu ingatkan ini agar tidak ada yang susupo, itu bahasa Palu. Artinya, isu liar. Semakin ke depan semakin tajam ini," terangnya.

Namun begitu, sepertinya kejadian semacam ini tidak ada di Polri. Tapi, di luar negeri yang negaranya kaya goa. "Kalau polisi Indonesia itu saya lihat kompak-kompak sih. Tapi, kayak api dalam sekam," singgungnya.

Entah kenapa Idham lalu menyinggung program pemberian beras yang dilakukan Polri. Anehnya, Kapolri menyebut program itu bukan program yang dirancangnya. "Bukan program saya, saya hanya apalah, pecahan beling. Kalau ujung-ujungnya belatung nangkalah," terangnya.

Lalu, Kapolri juga menyebutkan bahwa yang membuat konsep itu Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. Entah kenapa Kapolri justru menyebutkan hal yang merendahkan dirinya sendiri.  "Saya kan agak-agak goblok. Cuma goblok aja jadi Kapolri. Gimana saya pinter," tuturnya.

Selanjutnya, Idham juga meminta maaf kepada masyarakat bila selama ini dalam bekerja belum bisa memenuhi ekspektasi.

"Saya juga mengucapkan terima kasih atas kinerja semua rekan, bapak wakapolri, irwasum, rekan kapolda dan seluruh kapolres," tegasnya. 

Otoritarianisme Jadi Catatan Buruk
Sementara itu, aktivis turut memberikan catatan dalam rangka HUT Polri. Salah satunya yang diungkapkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) adalah soal otoritarianisme. Ini hanya satu dari enam temuan yang mereka sampaikan untuk diperbaiki oleh Polri. Ketua YLBHI Asfinawati menerangkan bahwa Polri menjadi bagian dalam tanda-tanda otoritarianisme pemerintah. Antara lain dengan membatasi penyampaian pendapat di muka umum, penggunaan pasal makar oleh kepolisian secara sembarangan, mengembalikan dwifungsi aparat keamanan, hingga memberangus hak kebebasan berekspresi.

Menurut dia, Polri kerap menggunakan pasal 104 KUHP untuk menjerat tindakan yang disebut makar. Namun seharusnya pasal ini hanya diberlakukan jika ada serangan.  "Tercatat kepolisian mengenakan pasal ini untuk aksi demonstrasi terkait Papua dan suara kritis lainnya," jelas Asfinawati kemarin.

Kemudian dia juga menggarisbawahi pengembalian dwi fungsi aparat keamanan yang tidak sesuai TAP MPR VI/2000. Sementara yang terjadi saat ini, berbagai posisi strategis di jabatan sipil diisi oleh anggota Polri. Total ada tujuh rekomendasi yang disampaikan YLBHI sebagai sikap atas berbagai temuan tersebut. Di antaranya mendesak pemerintah dan DPR merevisi UU KUHAP sesuai dengan ketentuan perjanjian atau Konveanan HAM Internasional yang telah diratifikasi Indonesia.

"Kami juga meminta Kepolisian RI patuh pada prinsip-prinsip HAM dalam menjalankan tugasnya," tegas Asfinawati.(rir/idr/deb/byu/syn/ted)

Laporan: RIRI RADAM dan JPG (Pekanbaru dan Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook