JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mendapatkan izin edar untuk inovasi RT-LAMP. Alat ini bekerja untuk deteksi Covid-19 seakurat swab PCR (Polymerase Chain Reaction). Tetapi hasilnya keluar satu jam. Jauh lebih cepat dibandingkan hasil swab PCR umumnya yang bisa sampai satu hari.
RT-LAMP bekerja mendeteksi Covid-19 tanpa menggunakan alat PCR. Reaksi amplifikasi gen target dari alat ini berlangsung kurang dari satu jam. Sehingga hasil diagnosa Covid-19 menggunakan RT-LAMP bisa lebih cepat diketahui. Jadi prinsip perbedaan alat ini dengan PCR pada proses amplifikasi gen targetnya.
Peneliti Kimia BRIN Tjandrawati Mozef bersyukur inovasi RT-LAMP itu sudah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Inovasi ini mulai digarap sejak Maret 2020 lalu bersama PT Biosains Medika Indonesia.
"Dengan izin edar ini, kita sekarang memiliki alternatif baru untuk mendeteksi Covid-19," katanya, kemarin (12/1).
Dia menjelaskan sejumlah negara, seperti Belanda dan Spanyol, sudah menerapkan RT-LAMP untuk deteksi Covid-19 setara RT-PCR. Dia mengatakan RT-LAMP memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan PCR. Selain prosesnya lebih cepat, perangkat ini tidak memerlukan lagi alat deteksi PCR yang harganya mahal. Kemudian harga kit RT-LAMP juga lebih murah dibandingkan kit swab PCR.
Tjandrawati mengatakan RT-LAMP menggunakan sampel ekstrak RNA hasil swab di hidung. Saat ini RT-LAMP juga sedang pengembangan untuk dapat menggunakan sampel saliva atau ludah. Sehingga masyarakat lebih nyaman menjalani deteksi Covid-19, karena tidak perlu lagi dicolok hidungnya. Selain itu RT-LAMP juga terus menjalani pengujian terhadap varian-varian Covid-19. Termasuk diantaranya adalah varian Omicron. Diharapkan perangkat RT-LAMP ini bisa digunakan untuk syarat dokumen perjalanan. Menggantikan penggunaan swab PCR yang memerlukan biaya lebih mahal.
Dalam kesempatan lain Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan tahun ini disiapkan dua pendanaan riset. Termasuk riset-riset untuk mendukung penanganan Covid-19 di Indonesia. Handoko mengatakan BRIN memiliki skema baru pendanaan riset yaitu Pusat Kolaborasi Riset.
"Skema baru ini merupakan upgrade dari Pusat Unggulan Iptek (PUI)," katanya.
Untuk tahun ini BRIN menyiapkan anggaran Rp10 miliar untuk Pusat Kolaborasi Riset. Anggaran ini ke depan akan terus bertambah. Handoko mengatakan untuk riset-riset tertentu, nantinya akan diikat kontrak tahun jamak. Durasinya bisa sampai tujuh tahun. Menariknya seluruh skema pendanaan riset di BRIN itu tidak ada monitoring dan evaluasi (monev), kecuali di akhir tahun saja. Yaitu untuk untuk evaluasi kelanjutan riset di tahun berikutnya. "Jadi tidak mengganggu dalam melakukan aktivitas riset," tuturnya.
Mantan Kepala LIPI itu mengatakan Pusat Kolaborasi Riset itu bisa juga melibatkan perguruan tinggi. BRIN nantinya menyiapkan berbagai fasilitas. Selain pendanaan, juga menyiapkan open platform atau pemanfaatan fasilitas riset, dan lainnya. Dengan adanya skema open platform tersebut, fasilitas infrastruktur riset yang dimiliki BRIN boleh dipakai semua pihak. Sehingga lembaga riset perguruan tinggi atau perusahaan swasta tidak perlu keluar uang untuk membeli fasilitas riset.(wan/rpg)