Wawan menyatakan bahwa mereka terlibat dalam sejumlah aksi kelompok teroris. Mulai pendanaan pelaku bom bunuh diri di Filipina sampai menjadi fasilitator pelarian Andi Baso yang tidak lain adalah pelaku pengeboman Gereja Oikomene, Samarinda pada 2017.
"Mereka sudah melakukan persiapan fisik maupun kemampuan i'dad," bebernya. Dia pun menyebutkan bahwa pengantin yang melakukan bom bunuh diri kemarin sedang dalam kejaran aparat keamanan.
Menurut Wawan, selain pelaku, masih ada beberapa orang yang juga tengah diburu aparat. "Masih ada beberapa yang belum terungkap dan terus dalam pengajaran," jelas dia.
Menurut dia, penangkapan sejumlah pelaku teror di Makassar yang sebagaian di antaranya merupakan anggota dan simpatisan eks organisasi masyarakat (ormas) masih terus digali dan didalami oleh pihak berwenang.
Sementara itu, pakar terorisme Al Chaidar meyakini bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar bukan dilakukan oleh Kelompok Mujahiddin Indonesia Timur atau MIT.
"Kelompok MIT itu sudah terkepung," kata dia saat diwawancarai Jawa Pos (JPG), kemarin.
Menurut dia, yang saat ini lebih bebas bergerak adalah kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Dari pola bom bunuh diri yang dilakukan pun, Al Chaidar melihat tindakan pelaku bom bunuh diri tersebut sudah berkali-kali dilakukan oleh JAD.
Al Chaidar menyatakan, teroris yang menyasar gereja sebagai target peledakan bom adalah pengidap chirsthopobia. Salah satu insiden ledakan bom bunuh diri dengan sasaran serupa, kata dia, pernah terjadi di Surabaya. Dengan pola yang mirip, sasaran yang sama, juga kelompok JAD di balik ledakan tersebut.
"Kelompok JAD sudah lama terlibat di dalam upaya bom terhadap gereja," imbuhnya.
Menurut dia, bom bunuh diri yang terjadi di Makassar dipicu aksi Densus 88 Antiteror belakangan ini. Dia menyebut, penangkapan puluhan teroris di Jawa dan Sumatera membuat anggota JAD yang berada di daerah lain bereaksi. "Penangkapan itu yang membuat mereka (kelompok JAD, Red) marah," kata dia.
Untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terulang lagi, Al Chaidar menyebutkan bahwa aparat kepolisian harus bertindak lebih aktif untuk mendeteksi pergerakan kelompok tersebut.
"Harus dideteksi semua yang menganut paham itu. Polisi punya kemampuan untuk melakukannya," tambahnya.
Selain itu, Al Chaidar menyatakan, pemerintah juga harus melakukan kontra wacana terhadap semua pihak yang terkait dengan paham tersebut. Selama ini, pemerintah melawan paham itu menggunakan strategi kontra narasi. Menurut dia, strategi tersebut sudah tidak efektif.
"Dan kontra narasi dengan kontra wacana itu berbeda," ujar dia. Karena itu, rantai penyebaran paham itu tidak kunjung terputus. Sehingga aksi-aksi teror seperti bom bunuh diri terus berulang terjadi.
Terpisah, Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) menyatakan, ada dua kelompok yang bisa jadi mendalangi bom bunuh diri di Makassar. JAD dan Jemaah Islamiyah (JI). Sementara MIT yang berbasis di Poso dia nilai minim kemungkinan turun gunung untuk beraksi di Makassar. Walau sejatinya daerah operasi MIT tidak jauh dari Makassar.
"Terlalu cepat kalau disimpulkan aksi (bom bunuh diri) itu dilakukan atau digerakkan secara langsung oleh MIT," jelasnya.
Seperti Al Chaidar, Fahmi juga melihat pola sama antara bom bunuh diri di Makassar dengan bom di Surabaya. "Kalau dilihat dari pola, kemungkinan itu JAD masih ada," ungkap dia.
Namun, berdasar sel kelompok teroris yang belakangan terdeteksi aktif bergerak, dia melihat ada bayang-bayang JI di balik aksi teroris kemarin. "Kemungkinan pelakunya merupakan bagian dari sel JI yang belakangan terindikasi aktif melakukan rekrutmen dan penggalangan dana di sejumlah daerah," tambahnya.
Dugaan itu semakin kuat saat aparat kepolisian di Makassar menyatakan ledakan di depan Gereja Katedral Makassar berjenis high explosive yang berdaya rusak cukup besar. "Itu salah satu yang membuat saya menduga (bom bunuh diri di Makassar) bagian dari jaringan lama seperti JI," ujarnya.
Kalau pun dugaan itu meleset, dia yakin pelaku pernah berhubungan atau bersentuhan dengan JI. Namun demikian, untuk memastikan dalang bom bunuh diri itu, masih dibutuhkan informasi yang lebih banyak. Menurut Fahmi, informasi yang tersedia saat ini belum cukup untuk menarik kesimpulan kelompok mana di balik aksi teror itu.
"Tapi, dari keterangan bahwa peledak yang digunakan bersifat high explosive, bisa diduga bahwa pelaku bukan lone wolf, sudah melakukan persiapan yang cukup matang, hanya saja beraksi terlalu dini," bebernya.
Dia menilai aksi teror itu dilakukan lantaran pelaku sudah dalam keadaan terdesak. Sehingga nekat melakukan bom bunuh diri.(idr/syn/ted)