MALANG (RIAUPOS.CO) – Di halaman Mapolresta Malang, ratusan polisi itu melakukan sujud massal. Dipimpin langsung oleh Kapolresta Kombespol Budi Hermanto, itu wujud permintaan maaf mereka kepada masyarakat, khususnya Aremania (sebutan suporter Arema FC), atas kesalahan yang berujung terjadinya Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban 131 jiwa.
Budi mengatakan, yang dilakukannya bersama jajaran merupakan sebuah respons atas apa yang terjadi saat ini. Secara spontan karena memang sudah seharusnya kepolisian meminta maaf atas Tragedi Kanjuruhan. Tanpa adanya niat apa pun di baliknya. Hanya murni ungkapan maaf yang tulus.
Selain sujud massal sebagai bentuk permintaan maaf, pria yang akrab disapa Buher itu menambahkan, Polresta Malang memberikan dukungan dan bantuan kepada keluarga korban.
Salah satunya kepada Muhammad Alfian asal Kelurahan Bareng, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Anak pasangan M Yulianton-Devi Ratna Sari tersebut selamat dalam tragedi yang terjadi pada Sabtu (1/10) jelang tengah malam sampai Ahad (2/10) dini hari lalu itu. Tapi, kedua orang tuanya meninggal.
Buher mengaku sudah menemui langsung bocah 11 tahun yang biasa disapa Alfi tersebut. Dia menegaskan bakal mengangkat Alfi sebagai anak asuhnya. Seluruh biaya pendidikan dan hidup akan ditanggung olehnya. "Kami juga akan membantu dan mendampingi sang anak untuk memulihkan psikisnya," ujar dia.
Sementara itu, Irjen Nico Afinta dicopot dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur. Jabatannya digantikan oleh Kapolda Sumbar Irjen Teddy Minahasa. Berdasarkan data dari Telegram Kapolri yang didapatkan tim JawaPos.com, Nico dimutasi menjadi Sahlisosbud Kapolri. Pencopotan Nico berdasarkan Telegram Kapolri Nomor ST/2134/X/KEP/2022.
Teddy sendiri merupakan mantan Kapolres Malang Kota pada 2011 lalu. Dia juga pernah menjadi Staf Ahli Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Sebelumnya, sosok Nico menjadi perhatian publik terkait Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
Sementara itu, Dadang Hoolopes, salah seorang Aremania di pintu 10, menyatakan, permintaan maaf memang diterima. "Tapi, kami akan tetap menuntut keadilan dan kebenaran," tegasnya.
Menurut Dadang, Tragedi Kanjuruhan tidak akan selesai dengan hanya meminta maaf. Rasa duka Aremania pun tidak akan hilang dengan hanya memaafkan. "Tapi, ini masalah keadilan dan kebenaran bagi korban," ucapnya.
Sementara itu, kemarin siang tim pendampingan bantuan hukum Aremania angkat bicara soal hasil somasi yang sudah dilayangkan. Koordinator Advokasi Aremania Menggugat Djoko Tritjahjana menyatakan mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Presiden Joko Widodo dengan membentuk tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF). "Kami juga mengapresiasi somasi kami sudah ditanggapi dengan ditetapkannya enam tersangka," terangnya.
Namun, Djoko meminta penetapan enam tersangka tersebut tidak membuat investigasi tragedi Kanjuruhan berhenti. Dia berharap penetapan tersangka itu jadi titik awal melakukan pengusutan secara tuntas dengan asas hukum yang adil. "Kami juga berharap tidak ada perlakuan yang sifatnya intimidasi hingga kriminalisasi terhadap korban ataupun saksi," katanya.(rid/c9/ttg/jpg)