JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kementerian Agama (Kemenag) menaikkan besaran dana bantuan operasional pendidikan (BOP) untuk Raudhatul Athfal (RA) dan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk madrasah 2020. Total anggaran yang disiapkan tahun ini mencapai Rp10,1 triliun lebih.
Saat dikonfirmasi kemarin (10/1) Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin merinci, besaran dana BOP untuk RA naik dari Rp300 ribu/anak/tahun menjadi Rp600 ribu/anak/tahun. Sedangkan untuk BOS jenjang madrasah ibtidaiyah (MI) naik dari Rp800 ribu/siswa/tahun menjadi Rp900 ribu/siswa/tahun.
Adapun untuk jenjang madrasah tsanawiyah (MTs) besarannya naik dari Rp1 juta menjadi Rp1,1 juta/siswa/tahun. Dan, terakhir untuk jenjang madrasah aliyah (MA) naik menjadi Rp1,5 juta/siswa/tahun dari sebelumnya Rp1,4 juta/siswa/tahun.
"Kami berharap penambahan jumlah unit cost tersebut dapat membantu madrasah," katanya.
Khususnya membantu penganggaran yang berorientasi pada peningkatan mutu pembelajaran. Dia lmenyebutkan, sejak sepuluh tahun lalu Kemenag mengubah tujuan, pendekatan, dan orientasi penyaluran anggaran BOP atau BOS.
Yakni, tidak hanya pada perluasan akses. Tetapi, juga untuk peningkatan mutu pendidikan di madarsah. Selain itu Kemenag juga melakukan pembenahan kualitas tata kelola BOS madrasah.
Di antaranya adalah menerapkan sistem aplikasi e-RKAM. Aplikasi ini membantu madrasah mengelola dana BOS dengan lebih transparan dan terbuka.
Sesuai dengan petunjuk teknis penyaluran dana BOP untuk RA dan BOS madrasah itu, pemanfaatannya juga beragam. Misalnya untuk jenjang RA atau pendidikan anak usia dini, alokasi BOP bisa digunakan untuk kegiatan pengembangan perilaku hidup sehat. Selain itu juga untuk penanganan masalah stunting.
Di dalam petunjuk teknis yang telah dikeluarkan oleh Kemenag, ditegaskan ada 13 larangan penggunaan dana BOP untuk RA maupun BOS di madrasah. Diantaranya adalah disimpan di bank dengan maksud dibungakan, dipinjamkan ke pihak lain, dan membeli perangkat lunak untuk pelaporan BOS/BOS atau perangkat lunak sejenis lainnya.
Larangan berikutnya adalah pembiayaan kegiatan yang bukan prioritas. Seperti studi banding, karya wisata, atau sejenisnya. Kemudian dananya juga dilarang untuk membeli pakaian, seragam, sepatu, atau keperluan pribadi peserta didik lainnya. Selain itu juga dilarang untuk membeli lembar kerja siswa (LKS), saham, iuran upacara peringatan hari besar nasional atau keagamaan.(wan/ttg/jpg)