PEMBELAJARAN TATAP MUKA

Kualitas PJJ Ditingkatkan, PTM Tak Perlu Dilaksanakan

Nasional | Rabu, 09 Juni 2021 - 11:06 WIB

Kualitas PJJ Ditingkatkan, PTM Tak Perlu Dilaksanakan
Indra Charismiadji

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah berencana memperluas pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas awal Juli depan. Presiden Joko Widodo memberikan arahan bahwa PTM dilakukan dua kali dalam sepekan. Kemudian durasinya hanya dua jam. Sejumlah kalangan menilai pemerintah terkesan memaksakan PTM padahal kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi.

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji menuturkan dari arahan presiden tersebut, memang terkesan ada pemaksaan dibukanya kembali PTM. Dia khawatir jika dipaksakan, justru PTM bisa menimbulkan masalah baru. Di antaranya adalah munculnya klaster Covid-19 yang diawali dari kegiatan sekolah.


Persoalan lainnya adalah kesiapan guru. Menurut Indra saat ini guru dihadapkan dengan dua masalah. Pertama, adalah tingkat vaksinasi Covid-19 bagi kalangan guru yang masih minim. Pemerintah memasang target vaksinasi guru sebanyak lima juga orang. Tetapi memasuki pekan pertama Juni, baru ada sekitar 900 ribu guru yang sudah menerima vaksin Covid-19 dosis lengkap atau dua suntikan.

Persoalan kedua, tantangan para guru adalah menjalanan pembelajaran dengan dua skema sekaligus. Yakni melayani siswa yang tatap muka sekaligus siswa yang giliran pembelajaran jarak jauh (PJJ) di rumah masing-masing.


"Guru bisa kedodoran. Muridnya juga bisa keteteran," katanya kemarin (8/6).

Indra menegaskan di tengah pandemi seperti ini, PJJ merupakan metode yang paling aman. Urusan yang mendesak saat ini adalah bagaimana meningkatkan kualitas PJJ. Dia tidak ingin PJJ dicap buruk dan memicu terjadinya learning loss. Menurut dia PJJ-nya tidak salah. Tetapi gurunya yang belum dipersiapkan untuk menjalankan PJJ dengan baik.

Menurut dia Singapura saja dengan kualitas penanganan Covid-19 yang lebih baik dibanding Indonesia, memilih menghentikan pembelajaran tatap muka. Begitupun dengan Malaysia yang kembali menerapkan lockdown. Indra mengatakan dengan banyaknya varian Covid-19 yang ada di Indonesia, potensi penularannya juga kian tingi.

Dia menyoroti kinerja Kemendikbudristek yang setahun terakhir kurang maksimal dalam melatih guru-guru untuk menjalankan PJJ. Dia menegaskan tidak ada program pelatihan Kemendikbudiristek yang mendukung peningkatkan kualitas pengajaran guru dengan metode PJJ.

Indra berahrap Kemendikbudristek membentuk membentuk semacam pusat komando. Melalui pusat komando ini Kemendikbud bisa memantau kondisi di lapangan. Misalnya memantau munculnya klaster Covid-19 dari kegiatan PTM. Kemudian juga memantau keperluan riil sekolah.  "Jangan sampai sekolah perlunya buku, dikasih pulsa internet," jelasnya.

Arahan Presiden Joko Widodo soal PTM disampaikan dalam rapat Senin (7/6) dan disampaikan ulang oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Budi mengatakan arahan terkait pelaksanaan PTM terbatas tersebut dikaitkan dengan meningkatnya kasus Covid-19 di sejumlah daerah.  "Presiden mengarahkan PTM yang nanti akan dimulai, harus dijalankan dengan ekstra hati-hati," katanya.

Budi mengatakan PTM dilakukan secara terbatas dengan sejumlah ketentuan. Yaitu PTM dihadiri maksimal 25 persen dari total kapasitas murid. Kemudian tidak boleh lebih dari dua hari tatap muka dalam sepekan. Lalu setiap tatap muka digelar dengan durasi maksimal dua jam saja. "Dan opsi menghadirkan anak ke sekolah ditentukan orang tua," jelasnya.

Tugas pemerintah saat ini di antaranya adalah mengejar penyelesaian vaksinasi Covid-19 bagi para guru dan tenaga kependidikan (GTK). Dia memohon kerja sama dari kepala daerah untuk memprioritaskan vaksinasi Covid-19 untuk lansia dan guru. Budi menegaskan guru harus sudah divaksin sebelum PTM terbatas dijalankan.

Instruksi Jokowi soal PTM tersebut, menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbudristek Jumeri merupakan contoh dalam penyelenggaraan PTM terbatas. Hal ini juga sesuai dengan SKB empat menteri soal penyelenggaraan PTM terbatas. Di mana, anak tidak perlu ikut pembelajaran secara penuh. Itu pun jumlah harinya tidak harus setiap hari.  Ini diatur sesuai dengan kebutuhan di sekolah masing-masing.(wan/mia/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook