PERDA DINILAI DISKRIMINATIF

Otonomi Khusus Aceh Kembali Dipersoalkan

Nasional | Rabu, 09 Maret 2016 - 16:52 WIB

Otonomi Khusus Aceh Kembali Dipersoalkan
Polisi wanita (Polwan) Polresta Banda Aceh mengenakan jilbab saat mengikuti upacara memperingati HUT ke 68 Proklamasi Kemerdekaan RI di lapangan Blangpadang, Banda Aceh. Foto: Eno Sunarno/Rakyat Aceh/JPNN

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Langkah pemerintah meninjau ulang 3.000 peraturan daerah diskriminatif menjadi wacana untuk meninjau kembali keberadaan otonomi khusus (Otsus) buat Provinsi Aceh. Sebagaimana harapan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Anak. Pasalnya, sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh hadir, banyak perda atau qanun yang dinilai diskriminasi, hadir. Terutama terhadap kaum perempuan.

"Jadi kami ingin ini menjadi wacana bagaimana meninjau kembali otonomi khusus buat Aceh. Yang kami tahu sejak UU Nomor 11 Tahun 2006 lahir, menjadi legitimasi untuk banyak perda. Di mana sebenarnya diduga tidak konstitusional, tapi dikatakan konstitusional, karena diberi ruang," ujar Ketua Komnas Perempuan dan Anak Azriana, Selasa (8/3/2016) malam.

Baca Juga :Pj Bupati Kampar Ingatkan Lakukan Percepatan Pembangunan

Azriana menilai, secara nasional pihaknya telah mengusulkan agar 389 Perda diskriminasi terhadap kaum perempuan segera dicabut. Namun, Azriana tidak menyebut berapa perada yang berasal dari Aceh. Pencabutan diusulkan karena kerugian yang diakibatkan bukan hanya harta, namun juga jiwa. Karena patut diduga diskriminasi yang terjadi selama ini dilembagakan seiring hadirnya otonomi daerah.

"Jadi kami kira langkah ke depan, perlu akan ada proses asistensi dalam pembuatan kebijakan daerah. Sehingga kebijakan diskriminatif bisa dicegah," ujarnya.

Azriana mengatakan, Komnas Perempuan dan Anak setiap tahun meluncurkan data kebijakan publik se-Indonesia dan sebagian besar levelnya di daerah. Dari hasil pemetaan terlihat banyak pemda merasa berkepetingan menonjolkan identitas daerah. Namun sayangnya dari hal tersebut, seringkali tanpa disadari malah melanggar konstitusi yang ada.

"Jadi kami mengusulkan ini karena bukan sekadar ada sekelompok orang diskriminasi, tapi demi keutuhan bangsa. Kami berharap ke depan kita punya ruang untuk mendiskusikan secara reguler antara Komnas Perempuan dengan Kemdagri. Untuk bisa komunikasikan sejumlah temuan yang kami dapatkan," ujar Azriana. (gir)

Sumber: JPNN

Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook