Buruh Serukan Mogok Nasional, Menaker Ajak Duduk Bersama 

Nasional | Rabu, 07 Oktober 2020 - 08:53 WIB

Buruh Serukan Mogok Nasional, Menaker Ajak Duduk Bersama 
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) melakukan aksi jalan kaki di Jalan Raya Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi turun ke jalan itu merupakan bentuk penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR pada Senin (5/10/2020). (SALMAN TOYIBI/JPG)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Para buruh dengan tegas menolak UU Cipta Kerja. Sebagai bentuk penolakan, mereka pun melakukan mogok nasional mulai Selasa (6/10) sampai Kamis (8/10) besok. Mereka menilai undang-undang yang baru disahkan itu merugikan kaum buruh.

Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono mengatakan, sebelumnya beredar surat yang menyebutkan bahwa KSPI membatalkan aksi mogok nasional. Dia menegaskan bahwa informasi itu hoaks.  "Kami tetap menggelar aksi mogok nasional selama tiga hari," tegasnya kepada Jawa Pos (JPG) kemarin.


Mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

Selain itu, dasar hukum mogok nasional adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Kahar mengatakan, aksi mogok nasional dilakukan secara serentak di berbagai daerah. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah bersama DPR RI yang mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. 

"Sikap KSPI tidak berubah. Tetap melakukan mogok nasional, sebagai bentuk protes terhadap disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja," terangnya.

KSPI mengecam pihak-pihak yang sengaja membuat selebaran pembatalan mogok nasional tersebut. Menurutnya, hal itu tidak lain untuk melemahkan aksi penolakan Omnibus Law. Dia mengimbau kepada buruh Indonesia dan elemen masyarakat yang lain untuk mendukung aksi tersebut.

Kahar menegaskan, KSPI menolak tujuh poin yang ada dalam RUU tersebut. Yaitu, pertama, terkait UMK bersyarat dan dihapusnya UMKS. Menurutnya, UMK  tidak perlu bersyarat dan UMKS harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.

Kedua, buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Yang menjadi pertanyaan dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Bisa dipastikan BPJS akan bangkrut.

Ketiga, pihaknya juga menolak PKWT atau kontrak seumur hidup, outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif, hilangnya hak cuti dan hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang. Cuti panjang dan hak cuti panjang juga hilang. Yang terakhir, lanjut dia, karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.

Terpisah, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menilai aksi turun ke jalan yang dilakukan serikat buruh/pekerja tidak relevan. Pasalnya, semua aspirasi yang disampaikan oleh mereka telah diakomodasi semaksimal mungkin dalam UU Ciptaker.

Karenanya, dia berharap, para pekerja/buruh mau meluangkan waktu untuk membuka kembali dan mencermati UU tersebut. "Banyak berita beredar di teman-teman pekerja atau buruh jauh dari kenyataannya. Apa yang jadi tuntutan  teman-teman pekerja atau buruh sudah diakomodaasi," ujarnya.

Ia menegaskan, bahwa proses penyusunan RUU Ciptaker sejatinya telah melibatkan partisipasi publik. Baik itu unsur pekerja/buruh yang diwakili serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, kementerian/lembaga, praktisi, akademisi dari, hingga lembaga lainnya, seperti International Labour Organization (ILO). Sehingga, bisa diartikan bahwa rumusan klaster ketenagakerjaan yang ada dalam RUU Cipta Kerja saat ini merupakan inti sari dari hasil kajian pakar/ahli, focus group discussion (FGD), Rembug Tripartit (pemerintah, pekerja/buruh dan pengusaha) yang sejak lama dilakukan atas beberapa materi ketenagakertjaan yang krusial.

Bahkan, kata dia, pada saat RUU Cipta Kerja telah masuk dalam tahap pembahasan di DPR, pemerintah melakukan kembali pendalaman rumusan klaster ketenagakerjaan yang melibatkan pengusaha (Apindo) dengan perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh sesuai arahan presiden pada 24 April 2020. Dalam pertemuan tersebut, pemerintah banyak menerima masukan dari serikat pekerja/serikat buruh. 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook