JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Hingga akhir tahun ini, defisit keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan diperkirakan mencapai angka Rp 32 triliun. Defisit BPJS kemungkinan bakal membengkak lagi bila tidak ada penyesuaian besaran iuran peserta.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris memperkirakan, kondisi lebih buruk akan terjadi pada 2024. Defisit BPJS Kesehatan diproyeksikan menyentuh angka Rp 77 triliun jika tidak ada kenaikan iuran.
“Tahun ini proyeksi defisit Rp 32 triliun. Defisit naik dari tahun 2018 sebesar Rp 18,3 triliun,” kata Fachmi Idris dalam acara Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Senin (7/10).
Fachmi mengatakan sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bergulir pada 2014, besaran iuran peserta tidak sesuai dengan hitungan aktuaria. Bahkan, iuran peserta mandiri sebenarnya juga sudah mendapat ‘diskon’ untuk semua kelas.
“Sejak awal JKN bergulir, iuran peserta mandiri mendapat diskon. Untuk di kelas 3, iuran seharusnya Rp 53.000, tapi hanya Rp 25.500. Dan begitu juga kelas 2 dan 1,” kata dia.
Jumlah peserta JKN BPJS Kesehatan, jelas Fachmi, mencapai 222 juta orang. Jumlah tersebut yang paling besar di dunia untuk kategori asuransi kesehatan program pemerintah.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menjelaskan, pemerintah terus mematangkan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan guna mengatasi defisit tersebut. Kenaikan merupakan opsi terakhir.
“Penyesuaian tarif adalah opsi terakhir. Sebelum itu kami review perbaikan sistem dan manajemen JKN, penguatan layanan kesehatan di pusat dan daerah dahulu,” ujar dia.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal