JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sebanyak 2.357 PNS berstatus koruptor dan berkekuatan hukum tetap (inkracht) masih aktif menjadi abdi negara dan mendapatkan gaji. 301 orang di antaranya berada di bawah Kantor Regional XII BKN Pekanbaru.
Kementerian PAN-RB bakal memberikan hukuman berat berupa pemecatan. Penjatuhan sanksi ini masih dikoordinasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebab kebanyakan PNS itu adalah pegawai pemda. Menteri PAN-RB Syafruddin menanggapi terkait masih ada ribuan PNS korup yang masih menerima gaji. Dia menuturkan Kementerian PAN-RB masih akan mengkoordinasikan persoalan tersebut bersama Kemendagri.
Kemungkinan koordinasi baru dilaksanakan awal pekan depan.
’’Senin (pekan depan, red) kita tunggu rakornya dulu. Nanti akan kita putuskan dengan tegas,” ujar Syafruddin usai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemarin (6/9).
Mantan Wakapolri itu menuturkan tindakan tegas itu bisa sampai pada pemberhentian PNS yang telah terbukti sebagai koruptor. Namun, keputusan tersebut tentu harus mendengarkan pendapat dari pihak-pihak lain.
”Ya nanti lihat kan enggak boleh satu pihak. Karena itu menyangkut banyak pihak,” tambah dia.
Apalagi dari ribuan PNS tersebut juga berada di bawah pemerintah daerah. Sehingga perlu koordinasi pula dengan pemda setempat. ”Kan anak buahnya (PNS, red) di daerah itu terutama lebih banyak,” jelas dia.
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara menyebutkan setidaknya ada 2.357 PNS korup yang masih menerima gaji. Mereka tidak langsung diberhentikan lantaran proses hukum masih berlangsung. Sesuai PP 11/2007 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil itu pemberhentian PNS tersebut perlu ada keputusan hukum tetap atau inkrach dengan masa hukuman minimal dua tahun penjara.
Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan menuturkan awalnya terdata 2.674 PNS yang sudah dijatuhi pidana terkait tipikor dan berkekuatan hukum tetap. Nah dari jumlah tersebut sudah ada 317 orang PNS yang diberhentikan tidak dengan hormat alias dipecat sebagai PNS.
’’Yang masih aktif sejumlah 2.357 orang PNS,’’ katanya.
Dia mengatakan jumlah tersebut berpotensi terus berkembang. Seiring dengan proses verifikasi, validasi, maupun kasus-kasus korupsi baru. Dia mengatakan BKN berwenang dalam pemblokiran dana PNS dalam sistem kepegawaian nasional.
Tetapi untuk proses penjatuhan sanksi pemberhentian, merupakan kewenangan pejabat pembina kepegawaian (PPK) di instansi masing-masing. Untuk PNS kabupaten/kota, maka PPK-nya bupati atau wali kota. Sedangkan untuk PNS provinsi, maka PPK-nya adalah gubernur. Kewajiban PPK memberhentikan PNS yang telah dijatuhi vonis kasus tipikor dan berkekuatan hukum tetap, tertuang dalam UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PP 11/2017 tentang Manajemen PNS.
’’BKN terus membantu instansi melakukan verifikasi dan validasi terhadap PNS tipikor yang inkracht,’’ katanya. Upaya ini bagian dari langkah Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengingatkan para pejabat pembina kepegawaian (PPK), baik di kementerian ataupun kepala daerah agar segera menindaklanjuti PNS/ASN yang telah divonis itu. Tindak lanjut itu, misalnya, melakukan pemberhentian tidak dengan hormat.
”KPK mengingatkan itu untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar,” ujarnya.
Febri pun berharap PPK dapat menginformasikan pada BKN atau pada KPK bila masih ada informasi tentang PNS/ASN yang telah divonis, namun belum masuk daftar blokir. Informasi itu bakal ditindaklanjuti dengan upaya validasi.
”Proses validasi akan terus dilakukan,” ungkap mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut.
Status pemblokiran sendiri hanya berdampak pada proses kepegawaiannya seperti kenaikan pangkat, promosi, mutasi menjadi terhenti. Soal gaji, mereka masih menikmati sampai ada keputusan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai ASN.
Karena itu, kata Febri, seharusnya para PPK segera menindaklanjuti pemblokiran ini dengan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap mereka.
“Sekitar 2.357 PNS yang telah diblokir tersebut masih menerima gaji sepanjang belum diberhentikan oleh PPK masing-masing. Kami minta para PPK tidak bersikap toleran atau kompromi dengan pelaku korupsi,” ucap Febri.
KPK juga kembali mengingatkan kepala daerah sebagai PPK dapat dikenai sanksi tegas bila tidak memberhentikan PNS/ASN yang telah menjadi narapidana (napi) korupsi.
”Ini sesuai dengan pernyataan Mendagri sebelumnya, sanksi tegas dapat diberikan pada kepala daerah sebagai PPK,” imbuh dia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, mengatakan masalah ribuan PNS terpidana korupsi yang masih menikmati gaji dari negara sepekan ke depan akan difinalisasi bersama Kementerian PAN-RB dan BKN.
“Pekan depan finalisasi dengan Kementerian PAN-RB. Justru kami baru tahu itu ada data dari BKN dan KPK. Bahwa dulu dia pernah ada kasus tipikor yang sudah dipidana tetapi masih menjabat (aktif),” ucap Tahjo.
Karena itu, pemerintah bersama-sama akan menyelesaikan masalah ini agar tidak menimbulkan dua kerugian bagi negara. Dia juga sudah meminta para PPK segera menindaklanjutinya.
“Kami sudah menyampaikan ke kepala daerah, jangan sampai negara mengalami dua kerugian. Dia sudah menggunakan uang yang tidak sah, tetapi masih menerima gaji bulanan,” ujarnya.
Pemda Lamban Proses
PTDH ASN Korup
Dari 301 ASN di wilayah Kantor Regional (Kanreg) XII BKN yang tersandung masalah hukum dan korupsi, belum satu pun diproses Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Berdasarkan data KPK RI, Provinsi Riau, Sumbar dan Kepri masih nol dan baru tiga ASN yang diblokir rekeningnya. Sisanya masih mencicipi uang negara meskipun sudah menerima putusan hukum tetap dari pengadilan.
Riau, Sumbar dan Kepri yang berada dibawah Kanreg XII BKN menjadi salah satu daerah yang nol dalam memproses ASN bermasalah hukum. Menurut informasi yang diterima Riau Pos, tingkat Pemprov Riau terdapat 27 ASN yang masuk dalam angka 301 yang dikeluarkan KPK RI tersebut.
Kepala Kanreg XII BKN Andrayati ketika dikonfirmasi Riau Pos, malam tadi (6/9) belum memberikan informasi sebaran berapa jumlah ASN di tiga provinsi dan sebaran eselon pejabatnya.
“Saya belum bisa memberikan angka pastinya. Kami juga berharap segera ditindaklanjuti,” kata Andrayati.
Diakui Andrayati, berbagai macam kasus hukum atas 301 ASN di tiga provinsi dimaksud sepanjang beberapa tahun terakhir. Sesuai aturan kepegawaian dan amanat perundang-undangan, dia berharap agar Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di tiga provinsi dan kabupaten/kota yang terdapat ASN bermasalah hukum agar segera menindaklanjuti.
“Tapi memang instansi rata-rata tidak memiliki SK putusan MA,” sambungnya.
Sementara itu Pemprov Riau ketika dikonfirmasi malam tadi melalui Sekdaprov Riau H Ahmad Hijazi menjelaskan untuk pegawai bermasalah hukum dilingkungan provinsi berjumlah 27 orang. Hal ini setelah dirinya berkoordinasi dan meminta data kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau.
“Sebagian juga ada yang sudah tidak dibayarkan lagi gajinya,” kata Ahmad Hijazi,
Disinggung mengenai pemberhentian yang terkesan lamban, ditegaskan Sekda, Pemprov sudah memproses ke arah dimaksud. Hanya saja diakuinya masih diperlukan dokumen kelengkapan. Salah satunya hasil putusan pengadilan tetap misalnya. Atas persoalan ini menurut Sekdaprov Riau sudah juga disurati BKN Pusat dan tetap berkoordinasi dengan Kanreg XII BKN.
“Dalam setahunan ini sudah dilakukan proses demikian, sebagai salah satu syarat administrasi, kita ikuti arahan dan aturan dengan meminta putusan hukum tetapnya. Hanya saja berproses memang,” kata Ahmad Hijazi.(fat/egp/jun/tyo/jpg)