JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Sosok krusial dalam kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat itu bernama Bharada E. Anggota Brimob yang bernama lengkap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu tersebut diduga mengalami perubahan sikap atas kasus yang menjeratnya. Bila sebelumnya Bharada E mengaku sebagai penembak tunggal Brigadir Yosua, kini pengakuannya telah berubah arah. Diduga, Bharada E mengakui bahwa ada pelaku lainnya.
Karena itulah, Bharada E bisa menjadi saksi mahkota atau justice collaborator, pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap peristiwa pidana. Bukan hanya itu, karena Bharada E pulalah, kondisi Bareskrim kini memanas. Pasukan Brimob dikerahkan untuk berjaga dengan jumlah yang jauh lebih banyak di Bareskrim.
Berdasar informasi yang diterima JPG, Bharada E telah berubah sikap atas kasus tersebut. Perubahan itu membuatnya ingin mengganti kuasa hukum. Kabar tersebut diperkuat dengan mundurnya Andreas sebagai kuasa hukum Bharada E. Andreas mengumumkan pengunduran dirinya kemarin (6/8) siang di depan kantor Bareskrim. ”Kami menyatakan mundur sebagai penasihat hukum Bharada E,” katanya.
Alasan pengunduran diri sebagai kuasa hukum itu tidak disebutkan ke publik. Namun, alasan tersebut telah diberitahukan melalui surat kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. ”Alasan-alasan pengunduran itu kami sampaikan ke Kabareskrim,” ujarnya.
Mengapa tidak menyebutkan alasannya? Dia menuturkan bahwa pihaknya menghargai proses hukum yang sedang berlangsung. Hak-hak hukum setiap orang yang terlibat dalam kasus ini harus dihargai. ”Kami tidak bisa lama-lama di sini,” tegasnya, lalu meninggalkan kantor Bareskrim.
Bukan hanya soal kuasa hukum, Bharada E juga dikabarkan setuju menjadi justice collaborator. Bahkan telah membuat pengakuan pada Jumat (5/8) terkait dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus penembakan Brigadir Yosua.
Informasi itu diperkuat dengan beredarnya narasi di kalangan media bahwa Bharada E telah mengakui bukan pelaku utama. Ada orang lain yang menjadi pelaku utamanya. JPG meminta konfirmasi atas narasi yang beredar tersebut kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Namun, telepon dan pesan singkat yang dikirim belum direspons hingga berita selesai ditulis.
Karena itulah, pentingnya Bharada E menjadi justice collaborator. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 4/2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle-blower dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) disebutkan, syarat justice collaborator adalah salah seorang pelaku, mengakui kejahatan yang dilakukan, memberikan keterangan sebagai saksi proses peradilan, dan bukan pelaku utama.
Dengan menjadi justice collaborator, Bharada E mendapat perlindungan sesuai Undang-Undang 31/2014 juncto Perubahan UU 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam Pasal 10 ayat 1 disebutkan, saksi korban, saksi pelaku, atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum pidana atau perdata atas kesaksian pada laporan yang akan, sedang, dan telah diberikannya. Kecuali, bila kesaksian atau laporan itu diberikan tidak dengan itikad baik.
Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir menjelaskan, dalam menjerat Bharada E, tim khusus menggunakan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Penggunaan Pasal 55 yang dikombinasikan dengan Pasal 56 itu menimbulkan tanda tanya. ”Pasal 55 itu pasal penyertaan. Artinya, pelakunya lebih dari satu orang atau pelaku dua orang atau lebih. Siapa ini?” tegasnya.
Dengan begitu, ada orang lain yang turut melakukannya. Baik itu penyuruh maupun penganjur perbuatan pidana. Kondisi bahwa Bharada E itu disuruh seseorang yang punya kewenangan lebih besar atau pangkat lebih tinggi. Karena itulah, Bharada E tidak bisa menolak. ”Perlindungan terhadap Bharada E bisa berupa SP3, surat perintah penghentian penyidikan,” jelasnya.
Namun, bila ternyata Bharada E merupakan salah seorang pelaku penembakan, jalan yang bisa ditempuh adalah justice collaborator. ”Bukan pelaku utama dan membantu mengungkapkan kasus,” terangnya.
Dia menegaskan, dalam kasus ini secepatnya tim khusus harus menemukan kebenaran materiil. Yakni, siapa pelaku sesungguhnya, siapa eksekutor sesungguhnya, atau justru otak dan eksekutornya orang yang sama. ”Ini bukan perkara sulit, tidak sulit seperti yang disebut Menko Polhukam Mahfud MD, melainkan berani tidak berani. Kalau profesional, syaratnya objektif dan berani,” tegasnya kepada JPG.
Sementara itu, atmosfer di Bareskrim semakin memanas. Semakin banyak personel Brimob yang dikerahkan untuk berjaga di Bareskrim. Berdasar pantauan JPG, tampak banyak anggota Brimob yang hilir mudik di kantor Bareskrim. Lima kendaraan taktis Brimob pun terparkir di depan kantor Bareskrim. Dimintai konfirmasi terkait dengan keberadaan pasukan Brimob tersebut, Kadivhumas Polri Irjen Dedi Prasetyo belum bisa berkomentar. ”Tunggu, ya,” katanya.
Sementara itu, pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyatakan bahwa kehadiran Brimob itu justru memberikan kesan sebagai dukungan terhadap Bareskrim untuk menuntaskan kasus dengan transparan dan seadil-adilnya. Bukan hanya ke Bareskrim, pengerahan pasukan itu juga merupakan bentuk dukungan kepada Bharada E. Diketahui Bharada E merupakan anggota Brimob yang diperbantukan ke propam. ”Agar Bharada E mendapatkan keadilan semestinya tanpa tekanan,” tuturnya.
Menurut dia, pengamanan untuk Bharada E ini sangat penting karena menjadi saksi pelaku. Bharada E memiliki banyak informasi yang bisa digali untuk membuka kasus seterang-terangnya. ”Persoalan terbukti atau tidak nanti di pengadilan,” tandasnya.(idr/c14/oni/jpg)