JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah bakal kembali bagi-bagi duit. Kali ini calon penerimanya adalah para karyawan swasta yang gajinya di bawah Rp5 juta.
Mulai September, para karyawan itu akan mendapat "bonus" sebesar Rp600 ribu per bulan selama empat bulan. Langsung ditransfer masuk ke rekening masing-masing.
Kebijakan tersebut kini sedang difinalisasi. "Ini (pembahasan, Red) bukan masalah besarannya, tapi bagaimana uang itu sampai ke kantong penerima," tutur Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu.
Kemenkeu memperkirakan kebutuhan anggaran untuk pemberian bantuan sosial (bansos) khusus karyawan itu mencapai Rp31,2 triliun. Pihaknya berharap stimulus baru tersebut bisa mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan PEN Erick Thohir menuturkan, tujuan utama pemberian gaji tambahan itu adalah mendorong konsumsi masyarakat. "Ini penting untuk menggerakkan perekonomian dan mendorong pemulihan ekonomi," terangnya kemarin.
Erick menjelaskan, target penerima bantuan adalah 13,8 juta pekerja yang aktif terdaftar di BPJamsostek. Yang dipilih adalah pekerja yang nilai iurannya di bawah Rp150 ribu per bulan. Nilai iuran itu menunjukkan bahwa gaji bulanan mereka di bawah Rp5 juta. Rencananya, pencairan dilakukan dua kali atau per dua bulan, langsung ke rekening masing-masing. Artinya, dalam sekali pencairan, mereka mendapatkan Rp1,2 juta.
Bantuan gaji untuk pekerja menjadi bagian dari berbagai program jaring pengaman sosial dampak Covid-19. Hanya, bantuan kali ini lebih bertujuan memacu lebih banyak perputaran uang di masyarakat sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi nasional. Sebab, salah satu yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah tingkat konsumsi masyarakat.
Terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengapresiasi kebijakan bansos karyawan tersebut. "Hal itu sangat positif karena akan mendorong konsumsi dan menjaga daya beli sekaligus menahan penurunan perekonomian di Indonesia di masa mendatang," tuturnya di Jakarta kemarin (6/8).
Selain itu, menurut Rosan, kredit modal kerja bagi UMKM harus segera disalurkan. Dengan begitu, angka pengangguran tidak makin tinggi. "Untuk mengurangi kontraksi yang sangat besar di kuartal III 2020. Jika tidak segera direalisasikan, proses recovery akan semakin panjang," terang dia.
Kadin berharap pemerintah mempercepat implementasi kebijakan bagi dunia usaha dan UMKM. Belanja anggaran pemerintah juga perlu diperbesar dan dipercepat. "Ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya beli masyarakat. Program prakerja juga harus dipercepat," ujarnya.
Rencana pemerintah memberikan bansos kepada pekerja disambut positif oleh organisasi serikat pekerja/buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berharap program itu segera direalisasi. Apalagi, di masa pandemi Covid-19 ini, banyak buruh yang tidak mendapatkan upah penuh. "Dampaknya, daya beli buruh turun," ujarnya.
Menurut dia, bantuan serupa sebetulnya pernah diusulkan oleh pihaknya. Yakni, program subsidi upah bagi buruh terdampak Covid-19. Dengan subsidi upah itu, manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh buruh yang daya belinya turun. "Program ini hampir mirip dengan subsidi upah di beberapa negara seperti Selandia Baru, Eropa Barat, Singapura, dan Australia," katanya.
Meski sepakat dengan program tersebut, KSPI menekankan soal tepat sasaran dan tepat guna. Pemerintah didesak untuk memastikan bahwa data 13 juta buruh yang akan menerima bantuan itu valid. "Tentunya disertai dengan pengawasan yang ketat terhadap implementasi program tersebut," tegasnya.
Selain itu, lanjut dia, sebaiknya subsidi upah tidak hanya dikucurkan kepada buruh yang terdaftar di BPJamsostek. Sebab, masih banyak pekerja bergaji di bawah Rp5 juta yang tidak terdaftar di BPJamsostek. Terlebih, mereka juga membayar pajak dan mempunyai hak yang sama sebagaimana yang diatur dalam konstitusi. Karena itu, dia mengusulkan kepada pemerintah untuk menggunakan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) atau BPJS Kesehatan. Sebab, jika ada buruh yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJamsostek, hal itu merupakan kesalahan pengusaha atau pemberi kerja.
"Jadi, negara tidak boleh melakukan diskriminasi," tegas pria yang juga menjabat Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Pengurus Pusat (Governing Body) ILO itu.
Bisa Picu Kesenjangan
Ekonom Indef Tauhid Ahmad mengatakan, pemberian bansos karyawan itu justru berpotensi menciptakan kesenjangan. Kebijakan itu juga dia sebut belum mampu menopang konsumsi rumah tangga yang terpuruk.
Pendapat tersebut didasarkan pada fakta bahwa saat ini jumlah karyawan mencapai 52,2 juta. Sedangkan target penerima bansos hanya sekitar 13 juta orang. "Ada ketidakadilan kalau itu diterapkan. Kenapa hanya peserta BPJS (BPJamsostek, Red) yang dijadikan dasar ketika semua merasa berhak kalau konteksnya untuk pekerja," jelasnya kemarin.
Selain itu, dia mengimbau pemerintah lebih mendahulukan karyawan yang terkena PHK, terutama yang belum mendapat bansos nontunai maupun kartu prakerja. Menurut dia, masyarakat berpendapatan Rp5 juta per bulan bukan kategori warga miskin. Yang paling berhak menerima adalah masyarakat yang berpendapatan di bawah Rp2,3 juta per bulan. Padahal, penghasilan buruh saat ini masih berada di kisaran Rp2,9 juta per bulan. Artinya, mereka yang tidak termasuk buruh akan mendapatkan bantuan. Hal itu yang dia sebut bakal memicu kesenjangan yang makin besar.
Apalagi, dana yang akan digelontorkan mencapai Rp 31 triliun. "Itu luar biasa besar. Kalau dibagikan ke kelompok terbawah, desil 1, akan sangat berarti," katanya. Desil 1 adalah rumah tangga dalam kelompok 10 persen terendah.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi