JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Dalam beberapa tahun terakhir, umat Islam di Indonesia kompak mengawali puasa maupun Idulfitri serta Iduladha. Tetapi untuk tahun ini, kemungkinan besar terjadi perbedaan awal Ramadan. Muhammadiyah lebih dahulu, sehari kemudian disusul Nahdlatul Ulama (NU).
Analisa potensi perbedaan awal Ramadan itu disampaikan profesor riset bidang Astronomi dan Astrofisika, Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin.
Dia menjelaskan Muhammadiyah sudah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 2 April. Pertimbangannya dari hasil hisab yang menyebutkan hilal pada 1 April sudah berada di atas ufuk (hilal sudah wujud).
Thomas yang juga anggota tim unifikasi kalender hijriah Kemenag itu mengatakan, ketinggian hilal pada saat 1 April berada sedikit di atas 2 derajat. "Artinya sangat tidak mungkin akan terlihat hilal pada 1 April di wilayah Indonesia," katanya, Ahad (6/3).
Sehingga NU yang selama ini menggunakan kriteria rukyat atau memantau hilal, besar kemungkinan menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 3 April. Thomas menegaskan pada umumnya tinggi hilal untuk wilayah Indonesia kurang dari 2 derajat. Itu artinya pengamatan atau rukyat hilal pada 1 April nanti, berpotensi tidak bisa melihat hilal.
Sesuai dengan ketentuan selama ini, ketika hilal tidak terlihat maka jumlah hari pada bulan tersebut disempurnakan (isti’mal) menjadi 30 hari. Dalam konteks penetapan Ramadan kali ini, jumlah hari dalam bulan Syakban akan digenapkan menjadi 30 hari. Sehingga Ramadan yang mengacu pada rukyatul hilal, akan dimulai pada 3 April.
Thomas menjelaskan sejumlah ahli hisab yang menggunakan metode hisab berbeda, hasilnya juga mungkin berbeda. Dia mencontohkan di Pulau Jawa, ada titik tertentu yang posisi hilal sedikit di atas 2 derajat. Meskipun sedikit di atas 2 derajat, Thomas mengatakan kecil kemungkinan hilal akan terlihat. "Tetapi saya tidak bisa menduga dinamika di sidang isbat, bila ada saksi yang melaporkan melihat hilal," katanya.
Sementara itu untuk 1 Syawal atau Idulftri, Thomas mengatakan potensinya akan serentak atau seragam. Tetapi dia mengatakan saat ini ada kriteria baru yang digunakan pemerintah. Untuk itu dia menyarankan masyarakat tetap menunggu hasil sidang isbat yang digelar Kemenag. Baik itu sidang isbat penetapan awal puasa maupun Idulfitri.
Sementara itu, dari Kemenag tidak ada yang bersedia berkomentar soal potensi perbedaan awal puasa itu. "Komentar dari kami nanti," kata Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag Kamaruddin Amin.(wan/jpg)