Utang Obat dan Alkes JKN Rp3,5 Triliun

Nasional | Kamis, 06 September 2018 - 13:51 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Surat dari pengurus pusat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) beredar, Rabu (5/9). Surat tertanggal 13 Agustus itu menyatakan bahwa utang jatuh tempo obat dan alat kesehatan (alkes) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang belum dibayar mencapai Rp3,5 triliun.

Surat yang ditujukan untuk Menteri Kesehatan Nila Moeloek itu menyebutkan, bahwa jatuh tempo pembayaran obat dan alkes JKN semakin panjang. Pada akhir 2016, rata-rata tempo pembayaran JKN adalah 90 hari. 

Namun sejak Januari sampai Juli 2018, rata-rata tempo pembayaran mencapai 120 hari. Hal itu menyebabkan kesulitan cash flow bagi pedagang besar farmasi (PBF) dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK). Dampak yang bisa diprediksi adalah terganggunya pasokan obat dan alkes pada semester kedua tahun ini.
Baca Juga :BPJS Kesehatan Puji Pelayanan RS Awal Bros

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa permasalahan kerugian GP Farmasi akan berdampak pada pasien. Yang dikhawatirkan adalah rumah sakit akan meminta pasien membeli obat di luar rumah sakit karena stok berkurang. Akibatnya pasien harus mengeluarkan uang tambahan. ”Suply obat ke RS berkurang karena RS belum bayar obat,” ucapnya saat dihubungi Jawa Pos (JPG) kemarin.

Timboel pun juga beberapa kali mendapat aduan soal alkes yang belum dibayarkan. Dia mengaku bahwa pernah dihubungi supplier alkes karena salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta belum membayar. ”Pihak rumah sakit belum bisa bayar karena klaim dari BPJS Kesehatan belum dibayarkan,” ujarnya.

Padahal dengan keterlambatan pembayaran, maka biaya klaim akan bertambah mahal. Hal itu dikarenakan BPJS Kesehatan dikenai denda 1 persen perbulan atas keterlambatan pembayaran yang dilakukannya. ”Per Mei 2018, utang klaim BPJS sebesar Rp4,2 triliun. Artinya dalam sebulan, BPJS Kesehatan dikenakan denda Rp42 miliar,” ucapnya.

Pihak BPJS Kesehatan menampik jika pihaknya memiliki hubungan langsung dengan GP Farmasi. ”RS yang punya apotek. Apotek ambil obat ke PBF,” tutur Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas kemarin.

Iqbal juga menolak jika pihaknya selalu terlambat dalam pembayaran. ”Berusaha. Memang ada yang lewat dari jatuh tempo,” jawab Iqbal ketika ditanya mengenai keterlambatan pembayaran biaya klaim ke rumah sakit.

Walaupun demikian, BPJS Kesehatan maupun GP Farmasi sudah melakukan pertemuan pada Agustus lalu. ”Artinya ini ada komitmen BPJS Kesehatan membayar ke RS secara firs in first out,” bebernya,  

Sementara itu anggota Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori mengatakan, bahwa sudah sejak lalu, sudah ada agenda rapat koordinasi mengenai obat dan alkes dengan berbagai steakholder terkait. ”Rakor diagendakan pada 13 September nanti,” ujarnya.

Terkait keuangan BPJS Kesehatan, anggota DJSN lainnya Zainal Abidin menjelaskan bahwa JKN memang sedang mengalami defisit struktural. ’’(kondisinya, red) Anemia berat. Tidak ada jalan lain kecuali transfuse,’’ kata mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu.

Zainal mengakui bahwa JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan memang disetting defisit. Tetapi sayangnya tidak dibuat skenario untuk mengatasi defisit tersebut. Menurut dia, perlu adanya dana kontigensi atau dana darurat untuk menyelamatkan program JKN di BPJS Kesehatan. ’’Percuma ribut-ribut soal BPJS Kesehatan,’’ katanya.

Dia mengungkapkan, laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pada semester I 2018 defisit BPJS Kesehatan sudah mencapai Rp32 triliun dan bakal terus bertambah. Setiap kali BPJS Kesehatan melaporkan defisit ke pemerintah, selalu disuruh kembali membicarakan persoalan efisiensi. Dia menegaskan bahwa defisit BPJS Kesehatan tidak bisa diatasi hanya dengan efisiensi.(lyn/wan/lim)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook