COP-28, Dirjen PSKL: Hutan Sosial untuk Perubahan Iklim

Nasional | Selasa, 05 Desember 2023 - 17:44 WIB

COP-28, Dirjen PSKL: Hutan Sosial untuk Perubahan Iklim
Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) kembali menggelar talk show dengan tema, “How Social Forestry & Tackling Climate Change and Its Best Practices”. (PSKL UNTUK RIAUPOS.CO)

DUBAI (RIAUPOS.CO) - Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) kembali menggelar talk show dengan tema, “How Social Forestry & Tackling Climate Change and Its Best Practices”. Dalam mengatasi perubahan iklim, program Perhutanan Sosial sebagai sistem pengelolaan hutan berkelanjutan dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.

Perhutanan sosial dengan masyarakat sebagai aktor utama yang mengelola hutan negara atau hutan adat memerlukan kerjasama para pihak untuk perlindungan hutan dan pemanfaatan hutan dengan pola agroforestry, HHBK dan jasa lingkungan yang bertumpu pada peningkatan produktifitas dan nilai tambah pengembangan ekonomi wilayah.


Forum ini dibuka langsung oleh Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Bambang Supriyanto. Dalam sambutannya ia mengatakan bahwa perhutanan sosial adalah salah satu cara konkret untuk penerapan pengelolaan hutan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteran masyarakat. 

“Hutan yang memberi manfaat akan dipertahankan keberlanjutannya serta dicegah dari kebakaran hutan, ilegal logging dan perambahan kawasan sehingga tutupan lahan meningkat,” kata Bambang dalam acara COP-28 di Paviliun Indonesia, Senin (4/12/2023), kemarin.

Ia menyebut ada tiga strategi utama mitigasi perubahan iklim di hutan sosial didasarkan pada karakterisitik tutupan lahannya. Jika masih hutan alam perlu dipertahankan dan diutamakan untuk HHBK dan jasa lingkungan. Pada kawasan dengan tutupan lahan sedang, bisa dilakukan dengan sistem pengkayaan tanaman jenis Multi Purpose Trees Species (MPTS).

“Sedangkan pada kawasan yang rusak diperlukan rehabilitasi. Untuk gambut dan mangrove dengan pola agroforestry mengikuti kawasan hidrologis gambut (KHG). Intervensi program perhutanan sosial selama 2016 hingga 2021 telah meningkatkan tutupan lahan setara 31,9 juta ton CO2e jika dibandingkan tahun sebelum 2006 sampai 2015,” jelasnya.

Perhutanan Sosial menjadi langkah strategis untuk mencapai net zero emission Indonesia di tahun 2030 pada sektor FoLU. Kolaborasi dan sinergitas adalah kunci untuk memperkuat dan meningkatkan manfaat dari implementasi Perhutanan Sosial di Indonesia. 

“Partisipasi dari para pihak seperti pemerintah, NGOs, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat lokal menjadi penting untuk dikolaborasikan sehingga dapat meningkatkan pelestarian hutan, nilai ekonomi masyarakat dan meningkatkan tutupan lahan atau peningkatan karbon stock,” pungkasnya.

 

Laporan: Yusnir (Jakarta)

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook