JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Diteribitkannya Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dinilai merupakan kepentingan Perhutanan Sosial dan Perlindungan Hutan. Pasalnya, hal tersebut dinilai mempunyai dampak positif yang sangat besar terhadap hutan dan pengelolaan Sumber Daya Alamnya (SDA).
"KHDPK menguntungkan masyarakat, juga untuk kepentingan perhutanan sosial dan perlindungan hutan," ujar Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Supriyanto usai sidang lanjutan KHDPK di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) di Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Bambang menyebutkan, kehadiran KHDPK bisa menambah penghasilan masyarakat.
"Misalnya seperti merencanakan pemulihan kawasannya ala rakyat melalui agropolosi dengan kebun campur. Ada tanaman kayu, kopi, pisang. Ternyata itu bisa memberikan pendapatan mingguan, bulanan dan tahunannya. Nggak usah menunggu kayunya saja," ucap dia.
Tak hanya itu, Bambang juga menyebutkan KHDPK berdampak baik bagi pemulihan lingkungan kehutanan.
"Kehadiran KHDPK2022 pendapatannya lebih baik, pemulihan lingkungannya juga lebih baik," ujarnya.
Dia juga menyakini KHDPK dapat mensejahterakan masyarakat dengan pengelolaan perhutanan secara sosial yang benar. KHDPK menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pengembangan SDM.
Hal tersebut sejalan dengan keinginan pemerintah untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatan dan pengembangan SDM.
"Dapat memberikan pendapatan dan manfaat kepada masyarakat. Pemerintah dalam hal ini KLHK hadir memberikan bantuan pendanaan, peningkatan SDM dan pengembangan usaha," tutur Bambang.
Bambang menambahkan diteribitkannya KHDPK ini ada dua tujuan bagi kepentingan hutan secara sosial dan mengelola hutan secara produktif.
"Tujuan KHDPK ini ada dua. yang pertama, memperbaiki kinerja Perundu tani hanya mengolah hutan yang produktif. Yang kedua kawasan yang tidak produktif itu dikelola bersama masyarakat ala rakyat dengan kebun hutannya," ucap dia.
Terkait gugatan yang diinisiasi oleh Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani tersebut adalah hal biasa. Namun ia menegaskan, kekhawatiran yang dialami Sekar bahwa dengan KHDPK akan terjadi PHK massal itu tidak mungkin.
“Tadi kan Direktur SDM Perum Pertani mengatakan, lahan Perhutani yang tidak produktif itu ditanami, jadi hasil RKAP mereka di tahun 2021 itu untung,” terangnya.
“Sebenarnya dengan hadirny KHDPK justru membantu petani fokus di usahanya pemulihan dan konflik-konflik diselesaikan oleh pemerintah,” sambungnya.
“Memang lebih dari 5000 karyawan itu berdampak, tapi berdampak bukan berarti PHK. Bahwa mereka tetap ditugaskan oleh Perhutani untuk menjaga aset-aset tanaman yang ada di KHDPK,” tegasnya.
Senada, Ketua Kelompok Sumber Makmur Abadi, Nurhidayat yang duduk sebagai saksi fakta menilai kebijakan penerbitan HKDP tersebut memihak kepada masyarakat.
Kata dia, masyarakat lebih mudah menyusun perencanaan untuk jangka pendek dan jangka panjang tentang apa saja yang akan mereka lakukan kedepannya.
Sebab, lanjut dia, dalam poin KHDPK tersebut masyarakat mudah mendapatkan SK Ijin Pengelola Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
"Dengan diterbitkannya KHDP ini tidak ada masyarakat yang dirugikan bahkan masyarakat merasa dimudahkan karena tidak perlu ribet soal perizinan. Masyarakat lebih punya perencanaan dan lebih leluasa untuk menentukan perencanaan untuk jangka pendek dan panjang," jelasnya.
Selain keleluasaan dalam menentukan perencanaan, Ia mengaku mendapat bimbingan dan pelatihan dalam hal pengelolaan hutan. “Kami juga dapat bantuan berupa alat untuk menunjang usaha seperti alat pengolah kopi,” ujarnya.
Sebagai informasi, sidang lanjutan di PTUN itu dihadiri lebih dari 50 orang terdiri pegawai KLHK, Perhutani bersama Direksi, dan CSO dipimpin Dirjen PSKL.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Eka G Putra