JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat bahwa Facebook menjadi salah satu tempat penyaluran hoaks terbanyak selama tahun 2022.
"Memang sampai sejauh ini yang tiga teratas kanal yang menjadi saluran penyebaran hoaks adalah Facebook, Twitter dan WhatsApp," ujar Presidium Litbang Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Loina Perangin-Angin dalam Webinar Mafindo "Litbang Talk #01", Rabu (3/5).
Tidak hanya Facebook saja, kata dia, di posisi kedua ditempati oleh Twitter dan ketiga WhatsApp sebagai kanal di mana hoaks banyak disebarkan. Ia merincikan di Facebook ditemukan 627 kasus hoaks atau 36,9 persen, Twitter dengan 416 temuan atau 24,5 persen dan WhatsApp dengan 226 temuan atau13,3 persen.
"Posisi Facebook tidak pernah berubah selama beberapa tahun terakhir. Dia selalu menjadi peringkat pertama, tapi untuk Twitter dan WhatsApp ini kadang bergantian posisinya," tambahnya.
Seiring dengan popularitas TikTok yang semakin meroket, temuan hoaks di saluran ini pun semakin tinggi apabila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di mana hanya 133 hoaks atau 7,8 persen. Ia mengaku sudah mengamati ada peningkatan penggunaan TikTok sebagai penyaluran penyebaran hoaks di 2022.
"TikTok mulai naik tapi di tahun ini ternyata angkanya lebih tinggi lagi. Ini menunjukkan popularitas TikTok yang pelan-pelan mulai meroket untuk menjadi saluran penyebaran hoaks," ucap dia.
Meski begitu, komposisi ini tidak merepresentasikan ekosistem hoaks secara keseluruhan. Sebab, masih ada wilayah-wilayah yang belum terpantau seperti dark social dan word of mouth (wom).
Di sisi lain, ia mengklasifikasikan tipe narasi dalam hoaks menjadi beberapa bagian. Untuk tahun 2022, tipe narasi hoaks yang paling dominan adalah tipe wedge driver sekitar 651 hoaks (38,3 persen). Hal ini menunjukkan bahwa narasi hoaks 2022 cenderung menyimpan motif tersembunyi untuk membangkitkan sentimen negatif terhadap sesuatu atau pihak tertentu.
Lalu, tipe pipe dream dengan ciri khas memberi harapan palsu yang terlalu baik untuk menjadi kenyataan ada di posisi kedua dengan jumlah 602 hoaks (35,5 persen). Sementara itu, tipe boogies yang sifatnya menakuti sekitar 125 kasus hoaks.
"Ini menunjukkan bahwa kebencian dan harapan merupakan 2 hal yang paling banyak digunakan untuk mengeksploitasi emosi pembaca," tutur Loina.
Menurut Loina, gambar dan video paling banyak digunakan sebagai penguat klaim dengan temuan sebanyak 1.137 hoaks (67 persen). Adapun klaim hoaks terkadang diletakkan dalam caption atau dalam gambar atau video yang dibagikan.
Dalam memuluskan aksi penyebaran hoaks 2022, mereka biasanya mencatut nama pemerintah pusat maupun daerah dengan temuan sebanyak 417 hoaks (24,6 persen). Ia melihat kategori ini terkadang dicatut begitu saja, terkadang juga sekaligus menjadi target sentimen negatif yang ditumbuhkan melalui hoaks.
"Dominasi kategori ini menunjukkan bahwa hoaks patut diwaspadai sebagai upaya menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah," katanya.
Loina juga menyinggung pihak yang sering melakukan klarifikasi atas hoaks yang sudah beredar di masyarakat adalah pemeriksa fakta independen atas 1.011 temuan hoaks (59,5 persen), pemerintah berkisar 248 kasus dan Klarifikasi oleh lebih dari satu pihak masih minim hanya sejumlah 62 temuan (3,7 persen).
"Pemeriksa fakta ini tidak hanya bicara pemeriksa fakta yang berasal dari Mafindo, tapi Mafindo juga kemudian mengompilasi berbagai hasil verifikasi dari para pemeriksa fakta independen lainnya," ungkap Loina.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman