JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akhirnya melunak soal penyelenggaraan pembelajaran tatap muka (PTM). Daerah yang berada di wilayah PPKM level 2 diberikan diskresi untuk melaksanakan PTM dengan kapasitas 50 persen.
Sebelumnya, dalam SKB Empat Menteri soal penyelenggaraan pembelajaran dalam masa pandemi Covid-19, daerah PPKM level 2 diwajibkan menyelenggarakan PTM 100 persen. Kondisi ini sama dengan daerah yang berada di wilayah PPKM level 1. Padahal, jumlah kasus penularan di wilayah PPKM level 2 cenderung lebih banyak daripada level 1.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbudristek Suharti mengungkapkan, pihaknya memahami bahwa saat ini terjadi lonjakan kasus Covid-19 di beberapa daerah. Sejalan dengan itu, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Agama (Kemenag) sepakat untuk diberikan diskresi kepada daerah pada wilayah PPKM level 2. Per 3 Februari 2022, daerah-daerah dengan PPKM level 2 disetujui untuk dapat menyesuaikan PTM dengan kapasitas siswa 100 persen menjadi kapasitas 50 persen siswa.
Kemendikbudristek pun telah menyiapkan surat edaran terkait penyesuaian PTM terbatas ini. Sehingga, dapat diterapkan sekolah-sekolah mulai Kamis, 3 Februari 2022.
"Penekanan ada pada kata dapat. Artinya, bagi daerah PPKM level 2 yang siap melaksanakan PTM terbatas sesuai SKB Empat Menteri dan tingkat penyebaran Covid-19-nya terkendali, tetap dapat melaksanakan PTM terbatas dengan kapasitas siswa 100 persen," paparnya, kemarin (3/2).
Sementara, pada daerah PPKM level 1, level 3, dan level 4, tak ada perubahan dalam aturan pelaksanaan PTM terbatas. Penyelenggaraan PTM terbatas tetap mengikuti SKB Empat Menteri yang berisikan ketentuan-ketentuan PTM terbatas yang adaptif dengan level PPKM.
Tentunya, lanjut dia, PTM terbatas harus tetap diikuti dengan protokol kesehatan yang ketat, surveilans, dan pengaturan penghentian sementara apabila ditemukan kasus positif Covid-19 sesuai ketentuan dalam SKB Empat Menteri. Menurutnya, menjadi sangat penting bagi pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan memberikan pembinaan terhadap proses PTM Terbatas tersebut.
Berdasarkan arahan Kemendagri, adapun pengawasan dan pembinaan terhadap proses PTM terbatas yang perlu dilakukan pemerintah daerah adalah memastikan penerapan protokol kesehatan (prokes) secara ketat oleh satuan pendidikan, melaksanakan surveilans terhadap kasus konfirmasi Covid-19 dan perilaku kepatuhan terhadap prokes. Lalu, percepatan vaksinasi untuk pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. Tak kalah penting, memastikan penghentian sementara PTM terbatas berdasarkan hasil surveilans epidemiologis sesuai ketentuan dalam SKB Empat Menteri.
Bukan hanya perubahan aturan untuk wilayah PPKM level 2, Kemendikdbudristek juga akhirnya tak mewajibkan anak untuk kembali ke sekolah. Sebab, ketentuan anak bisa atau tidak menjalani PTM terbatas di sekolah telah dikembalikan pada orang tua. "Orang tua boleh menentukan anaknya mengikuti PTM terbatas atau mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ)," ungkapnya.
Dengan adanya penyesuaian kebijakan PTM terbatas ini jadi bukti bahwa Kemendikbudristek mendukung semua inisiatif pemerintah daerah dalam menurunkan kasus. Namun, perlu disertai pendekatan nondiskriminatif dan konsistensi. Jika sektor lainnya bisa dibuka pemerintah daerah secara maksimal, maka diharapkan PTM terbatas dapat juga diperlakukan sama. Karena sejatinya, aturan PTM terbatas sudah diatur dengan sangat rinci dalam SKB Empat Menteri untuk mengedepankan kesehatan dan keselamatan warga sekolah.
"Karena pendidikan memiliki tingkat urgensi yang sama pentingnya," tegasnya. Sehingga, diharapkan pemerintah daerah dapat bersama-sama menjaga anak-anak agar tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar sekolah yang berisiko tinggi penularan Covid-19.
Keputusan Kemendikdbudristek ini pun mendapat sambutan baik dari berbagai pihak. Mengingat, dorongan untuk mengevaluasi PTM 100 persen telah disampaikan sejak lama.
Kendati demikian, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidik dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai keputusan tersebut seolah masih setengah hati. "Ada kata dapat, jadi seolah tak tegas," ungkapnya.
Dikhawatirkan, hal itu seolah jadi lampu hijau untuk pemerintah daerah tetap menjalankan PTM 100 persen meski sejatinya kondisi tak memungkinkan. Seperti DKI Jakarta sebelumnya, yang masih memaksakan PTM 100 persen. Padahal, sudah banyak siswa terpapar Covid-19 dan puluhan sekolah ditutup karena ditemukannya kasus positif Covid-19.
Padalah, menurut dia, di tengah kondisi genting saat ini, kesehatan dan keselamatan warga sekolah jauh lebih penting. Learning loss yang terjadi masih bisa dikejar ketika siswa dan guru dalam kondisi sehat.
"Lagipula sekolah-sekokah di Jabodetabek kan relatif bagus aksesnya untuk internet dan gawai. Makanya opsi Pjj cukup baik bagi mereka," tegasnya.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan sudah mengeluarkan surat edaran terbaru soal PTM di tengah lonjakan kasus Covid-19. Dalam surat edaran terbaru itu, madrasah di level PPKM 2 dapat menjalankan PTM 50 persen. Artinya separuh siswa di kelas dan sisanya belajar dari rumah.
Yaqut mengatakan kebijakan PTM itu merupakan diskresi dari SKB 4 Menteri yang sudah terbit beberapa waktu lalu. Diskresi ini diberikan dengan pertimbangan peningkatan penularan Covid-19 di Indonesia. Diskresi ini sudah hasil kesepakatan dengan Kemenko Maritim dan Investasi, Kemenko PMK, Kemendikbudristek, Kemendagri, dan Kemenkes.
"Untuk pelaksanaan PTM terbatas di daerah PPKM level 1, 3, dan 4 tetap mengikuti ketentuan di SKB 4 Menteri," katanya. Selain itu orang tua atau wali murid diberikan pilihan untuk mengizinkan anaknya mengikuti PTM terbatas atau PJJ dari rumah. Jajaran Kanwil Kemenag di provinsi dan kantor Kemenag kabupaten/kota juga harus memantau pelaksanaan PTM di wilayahnya masing-masing. Jika ada penghentian PTM total, harus dengan pertimbangan epidemiologi dan sesuai SKB 4 menteri.
Merebaknya kasus Covid-19 juga membuat sejumlah perguruan tinggi banting setir. Sebelumnya mereka bersiap menyelenggaraan perkuliahan tatap muka. Tetapi dengan situasi terkini pandemi Covid-19, mereka kembali ke skenario pembelajaran jarak jauh.
Di antara kampus yang sedianya bersiap menyelenggarakan perkuliahan tatap muka dalah Universitas Terbuka (UT). Wakil Rektor I UT Mohamad Yunus mengatakan sedianya sudah akan diberlakukan relaksasi proses perkuliahan. "Kita sudah susun plan a dan plan b," katanya. Tetapi kemudian kasus Covid-19 kembali merebak.
Yunus mengatakan pada dasarnya UT adalah kampus yang menjalankan perkuliahan dengan sistem jarak jauh. Tetapi dalam praktiknya mereka harus tetap menyiapkan berbagai model perkuliahan. Ada kalanya mahasiswa UT menginginkan perkuliahan tatap muka. Maka kampus juga harus menyiapkan skema perkuliahan tatap muka.
"Mahasiswa UT beragam. Mulai dari urisanya, aktivitas kesehariannya, dan sebaginya. Kami harus menyediakan beragam pilihan cara belajarnya," tuturnya.
Di tengah pandemi Covid-19 yang kembali tinggi, tidak ada pilihan lagi seluruh proses perkuliahan di daerah yang tinggi kasusnya kembali menggunakan skema online. Kecuali untuk perkuliahan praktikum yang mewajibkan kehadiran di laboratirum, maka harus tetap ke kampus. Dengan catatan dilakuan sesuai protokol kesehatan yang ketat.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta agar evaluasi pelaksanaan PTM dilakukan dengan mempertimbangkan banyak indikator. Dengan begitu, seluruh kebutuhan dan kepentingan siswa dapat terakomodir. "Sebagai orang tua, saya cukup senang anak-anak kita sudah bisa belajar dan berinteraksi bersama teman sebayanya di sekolah," ujar Puan.
Apalagi selama dua tahun pandemi Covid-19, anak-anak merasa bosan akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ). Belum lagi, lanjut Puan, siswa mengalami cognitive learning loss dan terdampaknya aspek psikis karena sekolah online. Namun, kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia membuat khawatir orang tua murid terhadap kondisi anaknya karena sekolah telah menjadi klaster penyebaran Covid-19.
Puan pun berharap agar evaluasi PTM, khususnya di daerah-daerah yang sudah memberlakukan sekolah tatap muka 100 persen, memprioritaskan aspek kesehatan anak. Meski begitu, kebutuhan anak dari sisi kognitif juga diminta menjadi indikator pertimbangan.
Dia mengatakan bahwa dirinya banyak menerima aduan dari guru-guru, bahwa dampak PJJ memang terasa sekali terhadap pendidikan anak. Menurutnya, pelaksanaan PTM bisa menyesuaikan level PPKM daerah masing-masing. Untuk itu, pemerintah diharapkan melibatkan banyak stakeholder dalam melakukan evaluasi PTM.
Puan menilai, keterlibatan banyak pihak terkait dapat membantu pemerintah melihat berbagai kebutuhan dan kepentingan siswa. Termasuk melibatkan perwakilan orang tua dan guru. "Jadi selain epidemiolog, kita harus meminta masukan dari pihak-pihak yang setiap harinya berinteraksi dengan anak," katanya.
Mantan Menko PMK itu tetap meminta agar aspek kesehatan dijadikan sebagai indikator terdepan dalam pertimbangan evaluasi PTM. Ia menegaskan, keselamatan anak-anak harus menjadi yang utama. Hasil evaluasi itu nantinya akan menjawab urgensi pelaksanaan PTM, terutama dalam kondisi peningkatan penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Cucu Bung Karno itu pun menyoroti peningkatan kasus Covid-19 yang kian meninggi setiap harinya. Puan meminta pemerintah melakukan langkah-langkah darurat untuk menekan angka kasus Corona. Harus dipikirkan bagaimana mengurangi penyebaran virus dengan membatasi mobilitas masyarakat. "Kemudian pastikan fasilitas kesehatan dan obat-obatan tersedia di seluruh daerah," ucapnya.
Puan mengimbau masyarakat agar terus waspada dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Selain itu juga mengurangi aktivitas di luar rumah apabila dirasa tidak terlalu penting. "Dengan mengikuti protokol kesehatan, bersama kita menekan tingkat penyebaran Covid-19 di negeri ini," paparnya.
Pada bagian lain, Sementara itu, meski program vaksin sudah berlangsung lebih dari satu tahun, angka vaksinasi belum mencapai target. Dari target 208 juta penduduk, baru 129 juta saja yang menuntaskan vaksinasi dosis kedua.
Menyikapi hal itu, Menteri Dalam Negeri memacu kepala daerah yang berada dekat di lapangan untuk lebih gencar. Bahkan, dia menginstruksikan agar program vaksinasi dilakukan terobosan dan inovasi kreatif. Apalagi masyarakat Indonesia tengah dihadapkan pada varian Omicron.
"Perlu ada terobosan-terobosan kreatif dalam rangka mempercepat vaksinasi," ujarnya, kemarin (3/2).
Tito menjelaskan, salah satu strategi yang perlu diambil memperbanyak pusat vaksinasi yang tidak hanya dilakukan di faskes. Namun bisa lokasi umum seperti lapangan, mal, komunitas, dan tempat lain yang mudah diakses oleh masyarakat.
Bahkan jika memungkinkan, daerah bisa melakukan upaya jemput bola. Seperti aktif mendatangi masyarakat. Cara ini biasanya diterapkan bagi daerah-daerah yang sukar dijangkau, atau masyarakatnya enggan ke tempat pusat vaksinasi.
Lebih lanjut lagi, vaksinasi bisa dilakukan dengan insentif. Misalnya, dengan memberikan sembako, bantuan sosial, hingga menyediakan doorprize bagi masyarakat yang bersedia mengikuti vaksinasi.
Saat ini sendiri, stok vaksin nasional masih tercukupi. "Pemerintah daerah perlu mendukung dengan mempercepat penyuntikan vaksin kepada masyarakat agar ketersediaan vaksin dimanfaatkan," tegasnya.
Diakuinya, vaksinasi dibutuhkan guna pembentukan kekebalan tubuh di masyarakat akan semakin cepat terwujud. Dengan demikian, keberadaan varian Omicron pun dapat teratasi.(mia/wan/lum/far/jpg/ted)
Laporan JPG, Jakarta