BERLAKU DI SEKOLAH NEGERI, KECUALI MADRASAH DI BAWAH KEMENAG

Larangan Aturan Seragam Kekhususan Agama di Sekolah

Nasional | Kamis, 04 Februari 2021 - 10:24 WIB

Larangan Aturan Seragam Kekhususan Agama di Sekolah

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Pemerintah daerah (pemda) dan sekolah negeri diperintahkan untuk mencabut aturan soal mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama dalam tiga puluh hari ke depan. Hal tersebut tertuang dalam surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri terkait yang resmi dikeluarkan, Rabu (3/2).

Ada enam poin yang diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dalam SKB tersebut. Di antaranya, sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemda di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Provinsi Aceh, tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.


Kemudian, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau  seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Sebab, hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu yakni guru dan murid, tentunya dengan izin orang tua.

"Jadi pemda atau sekolah tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Ini hak masing-masing individu dengan izin orang tua," tegasnya dalam konferensi pers secara daring, Rabu (3/2).

Selanjutnya, bagi pemda atau sekolah yang sudah menerapkan ketentuan khusus soal seragam kekhususan agama ini diminta untuk mencabut aturan tersebut. Mereka diberi waktu paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.

Bila tidak, maka mereka akan terancam dijatuhi sanksi. Sanksi ini, disebutkan Nadiem bisa diberikan pada siapapun yang melanggar. Misalnya, pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan, gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota yang melanggar, Kementerian Dalam Negeri menjatuhkan sanksi kepada gubernur, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah. Salah satunya melalui penahanan penyaluran bantuan operasional sekolah (BOS) ataupun bantuan pemerintah lainnya.

"Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku. Ada sanksi yang jelas bagi pihak yang melanggar," papar Mantan Bos GoJek tersebut.

Mengenai spesialisasi Aceh, Nadiem mengatakan, hal ini disesuaikan dengan kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh. Sehingga, SKB ini tidak berlaku di sana.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, keputusan Bersama Tiga Menteri ini dirancang untuk dapat menegakkan keputusan-keputusan terkait yang telah ditetapkan sebelumnya. Serta, untuk melindungi hak dan kewajiban warga masyarakat Indonesia terutama peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di sekolah negeri.

Karenanya, dengan diterbitkannya keputusan bersama ini, diharapkan pemda dapat mengambil langkah-langkah penyesuaian. "Bagi yang tidak sesuai, mohon untuk segera menyesuaikan karena ada sanksi bagi yang tidak sesuai," tegas Mendagri.

Dia berpendapat, dunia pendidikan harus menjadi lingkungan yang menyenangkan. Sebab, di sana jadi kunci keberhasilan suatu bangsa dalam mencetak kualitas SDM yang bersifat komprehensif. Di mana, tidak hanya terletak pada penguasaan hal teknis tapi juga moralitas dan integritas, salah satunya adalah toleransi dalam keberagaman.

"Sekolah sejatinya juga mempunyai potensi dalam membangun sikap dan karakter peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan untuk menyemai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia," ujar Mantan Kapolri tersebut.

Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan polemik seragam sekolah di Padang adalah fenomena gunung es. Dia meyakini kondisi serupa juga terjadi di daerah-daerah lainnya. Dia menegaskan bahwa agama itu mengajarkan kedamaian, saling menghormati, dan menghargai.

Dia menjelaskan SKB tersebut diterbitkan agar semua pihak mendorong titik persamaan di antara perbedaan yang dimiliki. "Tentunya dengan cara bukan dengan memaksakan supaya sama," katanya.

Selain itu Yaqut menyampaikan bahwa masing-masing umat beragama harus memahami ajaran agamanya secara substantif. Bukan sekadar simbolik. Menurut dia memaksakan keyakinan keberagamaan kepada orang yang berbeda agama itu adalah cermin pemahaman keagamaan yang simbolik. Dia mengatakan Kemenag akan terus mendorong supaya umat beragama di Indonesia memahami ajaran agamanya secara substantif dan moderat.

Sebagai kementerian yang membidangi urusan kaegamaan, Yaqut mengatakan Kemenag memiliki peran penting dalam SKB tersebut. Di antaranya adalah pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik keagamaan yang moderat ke pemda atau sekolah. Selain itu Kemenag juga dapat memberikan pertimbangan penjatuhan sanksi kepada pemda atau sekolah yang tidak melakukan ketentuan di dalam SKB tersebut.

Ketentuan penggunaan seragam di dalam SKB tersebut juga dikecualikan untuk madrasah atau sekolah agama yang berada di bawah naungan Kemenag.(mia/wan/jpg)

Laporan: JPG (Jakarta)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook