JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Sebagai besar titik banjir di Jabodetabek telah dinyatakan surut, Jumat (3/1). Menyisakan ribuan pengungsi dan korban tewas yang terus bertambah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, sampai pukul 21.00 WIB kemarin, jumlah pengungsi di seluruh Jabodetabek mencapai 183.530 orang (41.495 KK) yang tersebar di sedikitnya 107 titik. Jumlah korban meninggal dan hilang mencapai 47 orang.
Meskipun mulai surut, BPBD DKI Jakarta masih mengimbau agar masyarakat waspada jika hujan besar kembali turun. Baik itu, di ibu kota maupun Bogor dan beberapa wilayah kota penyangga. Hingga Kamis malam (2/1) beberapa wilayah di ibu kota debit air mulai kembali normal. Berdasar data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta sampai pukul 12.00 WIB, air masih bertahan di 53 kelurahan di 23 kecamatan seluruh Jakarta. Sementara BNPB mengklaim wilayah Jakarta Pusat, Kota Depok dan Kota Bogor sudah bebas dari genangan.
Kedalaman banjir di Kabupaten Bekasi tercatat 20 hingga 50 cm, Kota Bekasi 20 hingga 300 cm, Kabupaten Bogor 20-30 cm, Kota Tangerang 30-50 cm, Kota Tangsel kurang dari 10 cm, Jakarta Timur 20-25 cm, Jakarta Barat 20-70 cm, Jakarta Selatan 20-200 cm, serta Jakarta Utara 20-70 cm. Warga masih bertahan di 84 titik pengungsian di seluruh DKI Jakarta. Pengungsi di Gelanggang Remaja Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, Ida Fitriani tengah menggendong Getfirta. Bocah 19 bulan itu adalah anak keduanya. Yang pertama, Nazwa, usianya baru 6 tahun. Gelanggang Remaja itu menjadi tempat pengungsian bagi warga sekitar. Mengungsi dengan dua orang anak tidaklah mudah bagi Ida. “Nggak sempat bawa apa-apa,” kata Ida.
Dia hanya membawa satu tas baju untuk anak-anaknya dan minyak kayu putih. Untuk itu, dia menginginkan di tempat pengungsian ada perhatian untuk anak-anak. Setidaknya perlengkapan mandi, makanan, dan air.
Meski rumahnya tak jauh dari tempat tersebut, Ida dan suaminya belum berani pulang. Sebab air masih tinggi. Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat Susianah Affandy menyatakan bahwa layanan penampungan yang terletak di gedung atau fasilitas umum memberikan kenyamanan dibandingkan dengan penampungan yang terbuat dari tenda-tenda ala kadarnya. Namun, ruang privasi seperti pojok ASI untuk ibu menyusui harus dibuat. “Meski bentuknya sederhana dan portable seperti ruang ganti banju di toko swalayan,” ujarnya.
Menurut pengamatan Jawa Pos (JPG) di dua lokasi pengungsian, Gelanggang Remaja Kecamatan Cengkareng dan Masjid Universitas Borobudur, Jakarta Timur, ruangan untuk pengungsi tidak ada sekat. Ruangan hanya digunakan untuk posko kesehatan, dapur umum, atau tempat logistik. Selain pojok ASI, ruang privasi seperti toilet untuk kegiatan MCK harus bersih dan terpisah antara laki-laki dan perempuan.
“Anak dan remaja perempuan, apalagi yang sedang fase menstruasi harus mendapat fasilitas toilet dan ketersediaan air bersih dan toilet tersebut harus terjamin keamanannya,” bebernya.
Selain itu, Susi juga menerima pengaduan dari masyarakat terkait distribusi bantuan sosial untuk anak-anak korban banjir yang disinyalir tidak merata. Bantuan yang datang hanya berupa simbolis. “Masyarakat yang menjadi korban banjir mengaku tidak segera menerima bantuan berupa alat-alat yang baru, mereka hanya menerima barang bekas pakai seperti pakaian bekas sedangkan bantuan barang baru beli dimasukkan ke gudang,” tuturnya.
Dia meminta agar BNPB mengkoordinasikan kepada pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana untuk ibu dan anak. Selain itu, BNPB juga harus menyosialisasikan SOP layanan bagi korban bencana alam selama tahapan darurat di tempat pengungsian seperti pemberian keperluan makan dan sandang bagi pengungsi.
Kepala Pusat Krisis Kemenkes Budi Sylvana menyatakan harus ada perhatian bagi bayi dan lansia. Sebab, keduanya rentan terhadap penyakit. Dalam pengungsian, biasanya terjadi penyakit diare, kulit gatal-gatal, hingga leptospirosis.
“Untuk itu lingkungan harus bersih,” ucapnya.
Sementara itu, insiden tewasnya warga akibat banjir terus terjadi. Di Kampung Pulo, diduga akibat lilin yang digunakan sebagai penerangan ketika lampu padam, rumah kontrakan yang ada di Kampung Pulo RT1, RW3, Kampung Melayu, Jakarta Timur, terbakar. Karena kejadian itu, pemilik rumah yang merupakan pasangan suami istri (pasutri) bernama Maymunah (35), dan Iskandar (45), hangus terbakar.
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombespol Arie Ardian Rishadi membenarkan kejadian tersebut. Menurut dia, kejadian berlangsung pada Kamis malam (2/1). Awalnya api muncul di lantai dua rumah kontrakan itu.
“Betul kejadiannya semalam (kemarin, red),” kata dia kepada wartawan.
Saksi yang ada di lokasi sambung dia, langsung menghubungi petugas pemadam kebakaran dan melakukan pemadaman dengan alat seadanya. “Menurut saksi api awalnya kecil dan dengan cepat membesar,” ucap dia.
Api yang cepat membesar itu diperkirakan terjadi karena rumah korban yang juga merupakan toko sembako. Kurang dari dua jam api melahap habis bangunan dan seisinya. Dia mengatakan, korban saat kejadian sedang tertidur lelap. Mereka tidak sempat menyelamatkan diri. Menurut dia, Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur, berhasil memadamkan api sekira pukul 00.00 dengan bantuan tujuh unit mobil pemadam kebakaran.
Nahasnya, korban Maymunah dalam kondisi mengandung. Jabang bayinya itu pun ikut meninggal karena kejadian itu. “Iya korban sedang mengandung,” jelas dia.
Karena kejadian ini, kerugian yang ditaksir mencapai sekitar Rp120 juta. Dia menerangkan untuk penyebab pasti kebakaran, Arie masih menunggu hasil dari pemeriksaan Laboratorium Forensik. Namun, dugaan sementara kebakaran berasal dari api lilin yang dinyalakan di sana saat lampu padam. “Belum (penyebab). Diduga dari lilin,” jelas dia.(tau/riz/bry/mia/ted)