JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal kembali memanggil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Pasalnya, pria yang akrab disapa Zulhas itu mangkir dari panggilan penyidik pada Kamis, (16/1) lalu.
"Saya sudah komunikasi dengan mereka (penyidik) dan akan dipanggil ulang. Itu sudah pasti," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi, Senin (3/2).
Mantan Wakil Ketua MPR itu sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi terkait kasus dugaan suap revisi alih fungsi hutan di Riau pada 2014. Saat kasus suap ini terjadi, Zulhas merupakan Menteri Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut Ali, penyidik akan menggali keterangan Zulhas terkait adanya Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) Nomor 673/2014 yang saat itu ditandatangani Zulhas. "Masih sama seperti kemarin, terkait dengan itu (SK Menhut)," jelas Ali.
Sebelumnya, Ketum PAN Zulkifli Hasan tidak memenuhi panggilan penyidik KPK pada Kamis (16/1). Pria yang akrab disapa Zulhas itu sedianya bakal diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada periode 2009-2014. Sebab kasus alih fungsi hutan di Riau terjadi pada 2014 lalu.
KPK menetapkan pemilik PT Darmex Group; Surya Darmadi dan Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta sebagai tersangka. Penetapan status tersangka itu merupakan pengembangan kasus suap alih fungsi hutan Riau, yang sebelumnya telah menjerat tiga orang tersangka.
Mereka adalah Gubernur Riau Annas Maamun, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia; Gulat Medali Emas Manurung, dan Wakil Bendahara DPD Partai Demokrat Riau Edison Marudut Marsadauli Siahaan.
Surya Darmadi diduga bersama orang kepercayaannya, Suheri Terta menyuap Annas Maamun Rp3 miliar. Uang suap tersebut terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan.
Surya Darmadi diduga merupakan beneficial owner sebuah korporasi dan korporasi juga diduga mendapat keuntungan dari kejahatan tersebut, maka pertanggungjawaban pidana selain dikenakan terhadap perorangan juga dapat dilakukan terhadap korporasi.
Atas perbuatannya, PT Palma Satu disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Sementara, Surya Darmadi dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP.
Sumber : Jawapos.com
Editor : Rinaldi