JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Keluarga Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat akhirnya bertatap muka dengan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Mereka bertemu dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi untuk terdakwa Sambo dan Putri pada Selasa (1/11). Dalam persidangan ini Sambo menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada kedua orang tua Yosua.
"Bapak dan Ibu Yosua, saya sangat memahami perasaan Bapak,Saya mohon maaf atas apa yang telah diperbuat atau dilakukan," kata mantan jenderal bintang dua Polri tersebut. Dia mengakui bahwa dirinya tidak mampu mengontrol emosi.
Sambo menyatakan, peristiwa di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan terjadi akibat dirinya tidak bisa menahan amarah atas perbuatan yang dilakukan Yosua kepada istrinya. Menurut dia, semua itu bakal dibuktikan dalam persidangan yang tengah dia jalani. "Saya yakini bahwa saya telah berbuat salah dan saya akan pertanggungjawabkan secara hukum," ungkap dia.
Senada dengan Sambo, kemarin Putri juga menyampaikan permohonan maaf kepada kedua orang tua Yosua. "Saya juga sebagai seorang ibu bisa merasakan duka yang dialami ibu sebagai ibunda dari Yosua, yang mengalami kehilangan seorang anak. Dari hati yang paling dalam, saya mohon maaf untuk Ibunda Yosua beserta keluarga atas peristiwa ini," bebernya.
Dia mengungkapkan bahwa sama sekali tidak pernah menginginkan peristiwa berdarah itu terjadi. Permohonan maaf tersebut, lanjut Putri, disampaikan dari lubuk hati terdalam. Dia berharap ibu, ayah, dan seluruh keluarga Yosua membukakan pintu maaf.
Dalam kesempatan yang sama, dia pun menegaskan bahwa dirinya ikhlas menjalani proses sidang demi terungkapnya peristiwa yang menyebabkan Yosua meninggal dunia. Setelah pemeriksaan Samuel dan Rosti selesai, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan adik Yosua, kekasih Yosua, penasihat hukum, dan keluarga Yosua lainnya.
Dalam sidang kemarin, ayah dan ibu Yosua, Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak diperiksa bersama-sama. Tangis Rosti kembali pecah ketika menjawab pertanyaan dari jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim.
Di muka sidang, Rosti menyampaikan bahwa dirinya sangat terluka ketika mengetahui Yosua telah meninggal dunia. Terlebih saat mendapat informasi bahwa putranya itu meninggal dengan cara tidak wajar. "Saya sebagai ibu begitu hancurnya, begitu tersayat-sayat hatiku mendengar berita Yosua terbunuh dengan sadisnya ditangan atasannya" ujarnya.
Menurut dia, Sambo sebagai atasan mestinya melindungi Yosua, bukan sebaliknya. Sebagai anak yang dekat dengan ibu, Rosti mengungkapkan bahwa Yosua sangat terbuka kepada dirinya. Menurut dia, Yosua merupakan anak yang bertanggung jawab. Baik terhadap keluarga maupun tugas-tugasnya di kepolisian. Sehingga sulit baginya untuk menerima kenyataan pahit yang menimpa Yosua. "Sangat sakit dan sangat kejamnya (pembunuhan Yosua) bagi seorang ibu yang melahirkan anaknya," kata dia.
Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai guru tersebut menyampaikan bahwa Yosua terakhir kali berkomunikasi dengan keluarga melalui WhatsApp Group beberapa jam sebelum penembakan terjadi. "Tanggal 8 Juli 2022 pukul 10.05 WIB anakku terakhir berkomunikasi dengan kami melalui WA Group dan selanjutnya dia hanya melihat dan membaca," terang dia.
Menurut Rosti, itulah komunikasi terakhir antara Yosua dengan keluarganya. Setelah itu, yang datang adalah kabar duka. Bahwa Yosua telah meninggal dunia pascabaku tembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E). Kabar yang kemudian terkuak sebagai rekayasa Sambo.
Sebagaimana dakwaan JPU, Yosua meninggal dunia setelah ditembak oleh Bharada E dan Sambo. Sedangkan narasi tembak-menembak hanya skenario yang dibuat Sambo untuk mengaburkan fakta tersebut.(syn/das)