Untuk lima korban meninggal dan satu selamat, merupakan tim pemberkasan. Bukan merupakan tim pemukul, mereka memang memiliki senjata. Namun, tugasnya melakukan penyidikan. ”Memeriksa terduga teroris,” ungkapnya.
Selanjutnya, Polri akan berupaya mencari lokasi untuk rutan baru yang memang cocok menjadi rutan dengan maximum security. Hal tersebut cukup urgen untuk segera direalisasikan.
”Saya akan meminta bantuan Menteri Keuangan,” ujarnya.
Terkait keluarga lima korban personal Polri, Tito mengaku akan berbuat lebih pada keluarga korban. Menurutnya, bersama dengan istrinya akan mendatangi satu per satu keluarga korban. ”Mereka anak-anak saya,” jelasnya.
Menurutnya, anak korban akan diperhatikan hingga besar. Dalam segi pendidikan hingga semunya akan menjadi tanggung jawab Kapolri. ”Saya yang tangani,” terang jenderal berbintang empat tersebut.
TPM: Kemarahan para Napi Akumulatif
Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan menilai kerusuhan yang terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Selasa malam (8/5) adalah akumulasi kemarahan para napi. Selama ini, menurut Michdan, banyak perlakuan petugas yang dianggap tidak manusiawi.
Terkait insiden makanan, menurut Michdan memang sudah tradisi setiap menjelang bulan Ramadan, keluarga para napi membawakan makanan dari rumah. Makanan ini amat dinantikan oleh para napi. Pasalnya, makanan yang diberikan oleh pihak rutan, menurut Michdan sangat kurang. Baik dari nilai nutrisi maupun porsi.
“Biasanya setiap Ramadan, mereka boleh bawa makanan. Sekarang tidak boleh, harus diperiksa segala macam, mungkin sudah SOP-nya,” kata Michdan di Jakarta, Kamis (10/5).
Menurut Michdan, hampir separuh keluarga para napi biasanya berkunjung sebelum Ramadan. Dia mengaku terakhir kali melakukan kontak dengan salah seorang kliennya di dalam rutan pada Selasa malam (8/5) malam sekitar pukul 20.30 WIB. Si klien yang tak disebut namanya oleh Michdan ini mengabarkan dari dalam penjara melalui telepon.
“Katanya ia dengar suara tembakan, pak ada korban,” tutur Michdan.
Meski demikian, Michdan menyebut makanan bukan faktor satu-satunya. Banyak perlakuan petugas yang tidak disukai para napi. Mulai dari proses penangkapan, penahanan, sampai pengadilan. “Mestinya tangkap saja baik-baik,” kata Michdan.
Belum lagi perlakuan yang diterima oleh keluarga napi. Misalnya untuk menjenguk, istri para napi tersebut harus membuka baju terlebih dahulu sebagai bagian dari proses pemeriksaan. Meskipun yang melakukan proses ini sesama wanita (Polwan). Hal ini tetap saja menimbulkan kemarahan saat sang istri bercerita pada suaminya.
“Secara Islam, itu sangat melanggar privasi,” kata Michdan.
Selain itu, Michdan menyebut, banyak dari napi yang statusnya masih dalam proses penuntutan perkara, namun mereka tidak mendapatkan haknya untuk didampingi tim kuasa hukum secara memadai.(adv/tau/far/jpg)