Kapolri: Rutan Mako Brimob Tak Layak

Nasional | Jumat, 11 Mei 2018 - 11:56 WIB

Kapolri: Rutan Mako Brimob Tak Layak
Tito Karnavian

Selain mengultimatum para napi, mantan panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu menyebutkan bahwa aparat kepolisian juga memberi batas waktu. Yakni sampai sebelum matahari terbit.

”Di mana dengan batas waktu yang kami tentukan, kami akan melaksanakan serbuan,” imbuhnya. Ultimatum itu cukup ampuh.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Meski tidak semua napi langsung menyerahkan diri, namun sebagian besar di antaranya memilih untuk keluar satu per satu dari rutan yang sempat mereka kuasai.

”Tidak ada tawar-menawar, mereka menyerah tanpa syarat dan kami minta keluar satu per satu,” tutur Wiranto. Mereka ke­luar tanpa senjata tajam maupun senjata api.

Terhadap sepuluh napi lain yang bersikeras bertahan di dalam rutan, lanjut Wiranto, aparat melukan serbuan sesuai rencana. ”Tadi (kemarin, red), kami saksikan bunyi tembakan, bunyi bom, granat asap, granat air mata, dan penyisiran yang dilakukan aparat keamanan,” beber dia.

Semua itu dilakukan untuk memukul mundur sepuluh napi dan sterilisasi lokasi penyanderaan. Apabila merujuk dentuman ledakan serta suara rentetan senjata api yang terdengar awak media, serbuan itu tidak berlangsung lama. Hanya beberapa menit saja, suara-suara itu sudah tidak terdengar lagi.

”Ternyata di dalam serbuan tersebut sepuluh sisa (napi) teroris menyerah,” bebernya.

Sehingga seluruh napi yang sempat menguasai rutan tersebut tidak lagi punya kuasa. Sejatinya, jumlah keseluruhan napi yang turut andil dalam kericuhan dan penyanderaan panjang itu sebanyak 156 orang. Namun, seorang di antaranya meninggal dunia. Dia adalah Beny Samsu, napi kasus terorisme yang berasal dari Sumatera Barat (Sumbar). Jadi, hanya 155 napi yang sempat adu ngotot dengan petugas.

Meski ledakan serta suara rententan senjata api terde­ngar keras, aparat kepolisian memastikan tidak ada korban jiwa. Baik dari aparat maupun napi. Berdasar perhitungan Syafruddin, operasi yang dia pimpin berlangsung selama kurang lebih 40 jam. Selama itu, sejumlah peristiwa memilukan terjadi. Termasuk gugurnya lima aparat kepolisian.

Syafruddin juga tidak mengelak, selama operasi berlangsung para napi sudah punya senjata api yang cukup berbahaya. Bahkan, ada yang bisa digunakan untuk menembak dari jarak jauh.

”Ada senjata panjang yang jarak tembaknya 500 sampai 800 meter,” imbuhnya.

Karena itu, dia dan anak buahnya sangat hati-hati selama operasi tersebut dilaksa­nakan. Tidak hanya itu, aparat kepolisian juga menitikberatkan upaya soft approach selama operasi tersebut berjalan.

”Dan mengutamakan persuasif walau pun anggota (Polri) yang bertugas dibantai secara sadis oleh mereka,” kata dia.

Langkah itu dipilih oleh dirinya tidak lain guna menekan semaksimal mungkin potensi bertambahnya korban jiwa.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook