20 Ribu Ton Cadangan Beras Terancam Dibuang

Nasional | Minggu, 01 Desember 2019 - 10:23 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Perum Bulog harus melepas cadangan beras pemerintah (CBP) dari gudang karena melewati batas waktu simpan. Terhitung hingga saat ini, ada sekitar 20 ribu ton yang harus didisposal atau dibuang.

Keputusan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian 38/2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah. Di aturan itu disebutkan bahwa CBP harus didisposal apabila telah melampaui batas waktu simpan paling sedikit empat bulan atau berpotensi dan atau mengalami penurunan mutu.


Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh membenarkan. Diakuinya, risiko penyimpanan beras yang cukup lama pasti ada. ”Selama ini sejak Bulog berdiri risiko itu ada,” ujarnya pada JPG, Sabtu (30/11).

Namun, saat ini ada persoalan yang harus dihadapi ketika kondisi itu muncul. Solusi reproses kembali yang biasa dilakukan dinilai tak cukup. Adanya kebijakan disposal stok yang ada tahapannya (diolah, direpo kembali, dibuat bahan industri atau dihibahkan) perlu ada kebijakan penganggarannya.

Sayangnya, saat ditanya lebih lanjut soal penyebab penyimpanan beras terlalu lama, Tri belum memberikan tanggapan. Dia hanya menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menyampaikan minta ganti rugi ke Menkeu terkait disposal beras tersebut. ”Berita sebenarnya tidak demikian,” katanya singkat.

Anggaran tersebut dimaksutkan untuk mengganti beras yang bakal dimusnahkan sesuai dengan amanat Permentan 38/2018. Diperkirakan, anggaran yang diperlukan mencapai Rp160 miliar dengan asumsi Rp8 ribu per kilogram untuk melepas stok beras tersebut. Namun sampai saat ini, belum ada kejelasan soal anggaran tersebut.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih belum mau berkomentar banyak terkait persoalan beras yang akan didisposal Bulog. Menurut Ani, pihaknya akan terlebih dahulu membahas persoalan itu melalui rapat di Kemenko Perekonomian. ‘’Nanti kami lihat kalau sudah rapat di Kemenko Bidang Ekonomi,’’ ujarnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif CORE (Center of Reform on Economics) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan, adanya persoalan beras ini mencerminkan tata kelola pangan yang masih semrawut. Salah satu permasalahan itulah yang juga berkontribusi pada kondisi Indonesia yang tak kunjung mencapai swasembada beras.

‘’Karena tata kelola yang buruk ini. Sering kali data tidak match lalu impornya berlebih, lalu di satu saat stoknya berlebih juga tapi karena sebagian besar impor. Nah ini terjadi karena ketidaksinkronan pendataan dan tata kelola,’’ ujarnya pada JPG, Sabtu (30/11).

Faisal menyebut, jika sampai ada stok yang telalu lama ada di Bulog, maka hal itu menunjukkan tidak adanya kesesuaian data dan stok yang harusnya sudah terserap di pasar. Dia menyebut, harus ada perbaikan data dan tata kelola dari hulu hingga hilir.

‘’Dari sisi pencadangan itu jangan sampai kekurangan dan jangan sampai kelebihan (yang akhirnya dibuang). Karena kan katanya kalau lebih dari empat bulan harus dimusnahkan,’’ katanya.

Padahal, di tengah kondisi Indonesia yang belum swasembada beras, menyimpan stok yang terlalu lama dan akhirnya dibuang tentu akan menjadi sebuah ironi. Dia mengimbau, semestinya Bulog juga harus menyoroti hal itu agar kejadian serupa tak terulang kembali. ‘’Jadi pada saat stoknya berlebih ya harus segera disalurkan ke pasar,’’ tuturnya.(mia/dee/ttg/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook