Sungai Lumpur di Tengah Kota Palu

Nasional | Senin, 01 Oktober 2018 - 12:11 WIB

Sungai Lumpur di Tengah Kota Palu
TINGGALKAN PERKAMPUNGAN: Sejumlah warga meninggalkan perkampungan di Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (30/9/2018). Dampak gempa 7,4 SR tersebut menyebabkan sejumlah bangunan hancur dan sejumlah warga dievakuasi ke tempat yang lebih aman. (HARITSAH ALMUDATSIR/JPG)

PALU (RIAUPOS.CO) - Belum selesai dikejutkan dengan gempa bumi dan hantaman gelombang tsunami, warga Kota Palu kembali menyaksikan horor saat ta­nah tempat mereka berpijak berubah menjadi sungai lumpur raksasa. Menghisap dan menyeret fondasi-fondasi bangunan.

Beberapa video beredar menunjukkan kengerian sungai lumpur tersebut. Kapusdatin dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengkonfirmasi bahwa telah terjadi fenomena pencairan tanah atau soil liquefaction  di sebagian wilayah di Palu Selatan dan Tenggara.

Baca Juga :Gagal Diracun, Kartini Dibunuh Pakai Palu

Sutopo menyebut, setidaknya ada 4 wilayah yang tanahnya mengalami likuifaksi. Yakni daerah sekitar Jalan Dewi Sartika, di beberapa wilayah Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Biromaru yang masuk Kabupaten Sigi, serta di Desa Sidera, Sigi. Kawasan perumahan di sekitar Kelurahan Balaroa bahkan kata Sutopo ambles puluhan sentimeter ke tanah.

Dalam ilmu mekanika tanah, soil liquefaction  adalah fenomena saat tanah kehilangan kekuatan dan kepadatannya karena saturasi dan kelembaban air yang meningkat. Konturnya berubah menjadi lembut dan bahkan cair hingga berwujud seperti lumpur.  Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Sri Hidayati mengatakan, likuifaksi merupakan salah satu dari beberapa bahaya dan risiko gempa bumi. Ada setidaknya 4 bahaya gempa bumi. Yang pertama guncangan yang menghancurkan bangunan, kemudian keretakan dan deformasi tanah.  

”Lalu ada dua bahaya “ikutan” yakni tsunami dan longsor atau likuifaksi tanah,” jelas Sri.

Likuifaksi ini ternyata sebelumnya sudah terjadi pascagempa di Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu lalu. Sri mengatakan, tim PVMBG menemukan fenomena pencairan tanah ini di beberapa desa di Kabupaten  Lombok Utara. Desa Tampes, Kecamatan Kayangan, Desa Beraringan, Kecamatan  Kayangan dan beberapa desa di Kecamatan Bayan. Sri menjelaskan, pencairan atau pelulukan tanah terjadi karena kandungan tanah yang tidak cukup solid alias lembut lalu adanya kandungan air. 

”Tanah Kota Palu sendiri terdiri dari unsur aluvium, semacam pasir halus. Juga mengandung jenuh air,” jelasnya.

Evakuasi Seadanya

Dua lokasi yang terdampak gempa bumi berkekuatan 7,4 SR di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Jumat malam (28/9) yakni, Kelurahan Petobo, Kota Palu, dan Desa Jonooge, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, belum mendapat penanganan tim evakuasi. Proses evakuasi dilakukan seadanya oleh pihak keluarga masing-masing.

Kerusakan di dua wilayah tersebut, berdasar pengamatan Radar Sulteng, cukup parah. Sebab, lokasi tersebut berubah menjadi lautan lumpur dan sebagian besar rumah maupun fasilitas umum tenggelam. Dari lokasi bencana, keluar sumber air bercampur lumpur dan saat kejadian, keluar bunyi ledakan. Sabtu (29/9) siang, satu jenazah ditemukan bersama satu orang yang selamat.

Berdasar identifikasi pihak Rumah Sakit Tora Belo Sigi, jenazah perempuan diidentifikasi bernama Ibu Tumiran (60) dan korban selamat Kodzin (25). Dua korban terseret pusaran air bercampur lumpuh sejauh sekitar 10 km. Sedangkan satu korban sebelumnya bernama Zainal Abidin (46), belum dimakamkan dan masih disimpan di kamar jenazah.  ”Belum ada pegawai yang mau mengurus jenazah sehingga kor­ban belum dimakamkan,” kata Sul, keluarga korban.

Sul menceritakan, jenazah Zainal Abidin ditemukan di reruntuhan rumah dalam posisi memeluk bayi yang selamat. Sedangkan istrinya, Dewi, juga selamat, tapi mengalami luka-luka dan kakinya patah.(lib/c10/kim/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook