Sekretaris KPA Pekanbaru, Hasan
Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi momok menakutkan untuk seluruh manusia. Bahkan, hingga saat ini belum benar-benar ditemukan ada obat yang bisa memberikan kesehatan akan penyakit tersebut. Namun begitu, masih saja ada masyarakat yang kurang waspada akan penyakit ini. Padahal, dewasa ini, HIV tidak hanya diperoleh dari kelompok marjinal, tapi juga ada disekitar lingkungan yang bersih.
Biasanya, penyakit ini memang selalu diidentikkan dengan pergaulan bebas atau kegiatan yang negatif dilakukan penderita. Tapi, dengan angka yang menunjukkan bahwa penderita penyakit ini ada yang berasal dari ibu hamil, penyakit ini tidak bisa lagi disebut sebagai penyakit kelompok marjinal seperti anita tuna susila dan lainnya. ’’Pandangan publik saat ini masih menyimpulkan HIV itu disebarkan hubungan badan atau penggunaan narkoba. Tapi kenyataannya, dewasa ini, banyak penderita berasal dari mereka yang selalu di lingkungan bersih. Intinya, HIV itu sudah ada disekitar kita dan tentunya yang harus wasdapa adalah diri kita sendiri,’’ terang Sekretaris KPA Pekanbaru, Hasan.
Kondisi tersebut diakui Hasan sudah cukup banyak terdapat. Karena itu, dia mengajak masyarakat terutama kaum remaja untuk memeriksakan kesehatan diri. Diterangkannya, ada tahapan untuk melakukan pengecekan penyakit tersebut. Mulai dari konseling di klinik VCT, pemeriksaan kesehatan dan kembali dilakukan konseling. Konseling tersebut dinilai penting karena untuk dapat memberikan kekuatan kepada pasien yang kemungkinan positif maupun negatif mengidap penyakit tersebut. Untuk pasien yang positif, dianjurkan untuk meminum obat agar mengurangi virus dan tetap berprilaku sehat. Sementara yang negatif, diminta untuk terus berprilaku sehat dan waspada.
’’HIV itu tidak hanya hubungan seks saja, bisa jadi dari transfusi darah, jarum suntik. Jadi sebenarnya tidak mudah untuk virus itu tertular. Jabat tangan bahkan hanya tidur bersama juga tidak akan membuat virus itu menular. Jadi, penderita juga bisa hidup seperti biasanya dan berhak bergaul, selama mereka menjaga kesehatan lingkungannya,’’ tambahnya.
Menurut data dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kementerian Kesehatan, pada tahun 2015 baru sekitar 51.300 pengidap HIV yang menerima obat anti retroviral virus (ARV). Padahal kenyataannya ada sekitar 200 ribu orang di Indonesia yang teridentifikasi HIV. Minimnya jumlah orang yang baru menerima obat dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Dr dr Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI, karena berbagai faktor. Akses terhadap obat yang sulit dan ketidaktahuan masyakat memegang peran besar.
’’Ada yang belum mau, ada yang masih mikir-mikir, ada yang tidak mampu memperoleh pelayanan kesehatan karena masalah transportasi dan sebagainya. Tapi kita pasti selalu berusaha untuk menjangkau mereka secara aktif,’’ kata dr Samsuridjal.
ARV sendiri adalah obat yang memiliki kemampuan untuk menekan HIV dalam tubuh. Ia memang tak bisa menyembuhkan penyakit, namun bila dikonsumsi teratur maka pengidap bisa hidup sehat hingga tua layaknya mereka yang tak memiliki virus. Pengidap yang mengonsumsi obat tak perlu khawatir akan menularkan virus ke orang lain bahkan ke anak dalam kandungan atau anak yang disusui karena bila di periksa sebenarnya virus bisa sudah tak terdeteksi dalam darah.(kun)