Jadi Buruh Batu Bata hingga Jual Gorengan

Liputan Khusus | Rabu, 23 Januari 2019 - 09:53 WIB

Jadi Buruh Batu Bata hingga Jual Gorengan
SUSUN BATA: Diana menyusun batu bata di bedeng pembuatan batu bata di Jalan Badak Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, Selasa (22/1/2019). (MHD AKHWAN/RIAU POS)

Cerita anak ditinggal orangtua di Riau, baik itu karena kematian atau merantau demi hidup lebih baik viral di media sosial belakangan ini. Setelah dua kasus di Pelalawan, di Pekanbaru ditemukan empat bersaudara mengarungi kerasnya hidup setelah ditinggal pergi dua orangtua mereka yang tak kunjung kembali.

Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru

Baca Juga :Ronald Tannur Penganiaya Kekasih hingga Tewas Dijerat Pasal Pembunuhan

WAKTU masih menunjukkan pukul 11.00 WIB. Di saat semua anak seumurannya masih sibuk bersekolah, Diana (15) justru punya kesibukan berbeda. Di bawah terik matahari dan panasnya tungku pembakaran batu bata, remaja putri ini sibuk menyusun satu per satu batu bata yang baru saja dicetak untuk dikeringkan.

Dari belasan bahkan puluhan pabrik pencetakan batu bata yang ada di sekitar Jalan Badak dan Jalan Bukit Jamin, Kelurahan Tuah Nagari, Kecamatan Tenayan Raya, pekerjanya didominasi laki-laki. Jika pun ada perempuan, usianya sudah tergolong dewasa. Namun di salah satu pabrik pencetakan batu bata, Diana harus menjalani pekerjaan berat itu. Bukan tanpa alasan ia mau menjalani pekerjaan itu. Hanya agar bisa terus bertahan hidup, setelah kedua orangtuanya pergi meninggalkan rumah dan belum kembali sejak enam tahun lalu.

Hanya berjarak beberapa meter dari lokasi pabrik, terdapat satu bangunan berdinding papan berukuran sekitar 4x5 meter. Di tempat itulah Diana bersama tiga saudaranya tinggal. Meskipun saat itu Diana menyebut itu rumahnya, namun jika dilihat fisiknya, bangunan tersebut tidak seperti rumah pada umumnya.

Pasalnya, rumah itu tidak memiliki kamar mandi, dapur dan tempat tidur yang layak. Jika hujan, air dan tanah merah akan masuk ke rumah. Pasalnya, bangunan itu nyaris tidak punya fondasi. Di sekitar bangunan, juga terdapat banyak bukit-bukit yang tanahnya dikeruk untuk bahan baku pembuatan bata.

Diceritakan Diana, awal kesulitan mereka menjalani kehidupan sehari-hari ketika sang ibu Yuliarna meninggalkan mereka sekitar enam tahun lalu.

“Saat itu ibu pergi katanya mau kerja, tapi setelah itu tidak kembali. Dapat kabar ibu bekerja di Telukkuantan, kemudian ada lagi yang bilang ibu di Madura,” kata Diana.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook