PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Komik menjadi salah satu kegemaran bagi sebagian orang penyuka cerita. Meski hampir semua cerita yang ada pada komik merupakan cerita fiksi, namun tidak sedikit yang merasa bahwa karakter yang ada di dalam komik terasa benar-benar hidup dan nyata.
Bahkan tidak sedikit pula para penggemar fanatik suatu cerita komik, memperagakannya dalam dunia nyata dalam bentuk cosplay.
Akhir pekan ini, Riau Pos berkesempatan mewawancarai para kolektor dan penggemar komik yang ada di Pekanbaru. Suci Alvionita misalnya. Penggemar komik manga (sebutan untuk komik Jepang, red) ini sudah mulai membaca komik sejak umur 9 tahun. Berawal dari menjadikan komik sebagai sarana belajar membaca, ia kemudian mulai menggemari berbagai cerita komik.
“Hampir rata-rata komik manga. Mulai dari One Piece, Doraemon, kalau masih ingat dulu ada judul komiknya Kobo Chan, itu kayak komik strip komedi gitu. Kemudian belakangan ada suka Naruto cukup banyak juga chapter-nya. Pokoknya hampir semua rata-rata saya suka yang genre petualangan dan komedi,” ungkap Suci.
Bahkan sampai saat ini, dirinya masih mengikuti serial komik yang belum tamat sejak tahun 1997 rilis. Yakni komik One Piece. Mengisahkan tentang cerita bajak laut, komik asal Jepang karangan Eiichiro Oda ini sudah rilis sebanyak 1.055 chapter dan 104 volume. Bila dihitung sejak tahun rilis, komik One Piece sendiri dikatakan Suci sudah berumur 26 tahun.
“Meski fiksi, tapi seluruh karakter yang ada di One Piece terasa sangat hidup. Bahkan pada cerita-cerita sedihnya, seperti kematian kakak Luffy (tokoh utama pada One Piece) bernama Ace meninggal, seluruh penggemar turut menyampaikan duka cita,” ujarnya bercerita.
Begitu juga dengan cerita komik lainnya, yakni Doraemon. Sama dengan One Piece, cerita fiksi Doraemon juga sudah dikemas dalam bentuk film. Komik yang menceritakan tentang robot masa depan bernama Doraemon dengan seorang tokoh utaman bernama Nobita ini, juga memiliki banyak chapter (bab).
“Bedanya kalau One Piece itu kan dalam satu buah komik itu ada beberapa episode. Kalau Doraemon dia terbagi ke beberapa judul yang bukan cerita bersambung. Dia baru cerita utuh satu buah komik saat edisi spesial. Seperti judul Legenda Raja Matahari. Itu semua saya sangat mengikuti dan merasa tokoh yang ada di dalamnya benar-benar hidup,” tuturnya.
Untuk koleksi komik, dia juga sudah mulai mengkoleksi sejak tahun 2000-an. Kala itu, untuk mendapatkan sebuah komik memiliki perjuangan. Seperti harus menabung, menunggu jadwal rilis komik, hingga harus berebut dengan pembeli lain. Hal itu tetap ia lakoni meski sudah berlangsung selama belasan tahun lamanya.
Berbeda dengan Suci, Indah Siska (27) penggemar komik lainnya menyebut bahwa komik lansiran Amerika Serikat masih jadi yang terbaik. Beberapa komik terkenal asal Negeri Paman Sam ia sebutkan bahkan sudah menjadi serial box office. Ia mencontohkan cerita Batman yang sudah rilis pada DC Comics pada tahun 1939. Begitu juga dengan komik Captain America yang menjadi superhero favorit hampir setiap pecinta cerita tokoh super.
“Saya lebih ke komik Amerika. Bacanya yang memang suka pakai Bahasa Inggris langsung. Gimana ya, selain karakter super heronya yang keren, juga lebih berkelas saja. Beda kalau manga kan lebih ke anak-anak, menurut saya. Kalau komik Amerika lebih dewasa aja. Tapi memang masing-masing punya kelebihan baik dalam cerita maupun ketokohannya,” sebut Indah.
Pemerhati komik, Taufan Batavia, yang juga tergabung kedalam beberapa komunitas komik menyebut, awalnya memang komik berasal dari cerita-cerita nyata. Bahkan pada era 1900-an, komik kerap dibuat sebagai media propaganda dalam peperangan. Di beberapa literatur, dikatakan Taufan, komik sudah ada sejak tahun 1837 dengan judul Les Amours de Mr Vieux Bois karangan Komikus Rudolphe Topffer.
“Kalau saya baca sejarahnya sudah sejak 1830-an. Komik ini sebuah bahan bacaan yang menggabungkan seni gambar dengan cerita tulisan. Sehingga banyak macam genre komik itu sendiri lahir. Sampai sekarang komik memang identik dengan buku dengan lembaran halaman,” terangnya.
Di Indonesia sendiri, komik, dikatakan dia sudah mulai dibuat pada tahun 1930-an. Saat itu, ada banyak komikus Indonesia kerurunan Tionghoa yang kerap memproduksi komik bergenre komedi. Sebut saja komik humor Put On karangan komikus Kho Won Gie. Namun pada saat itu, keberadaan produksi komik memang sangat terbatas. Selain karena akses juga karena mesin produksi yang masih dilakukan secara manual.
Kemudian pada era 1980-an mulai banyak perkembang pada komik tanah air. Yang mana, kalau itu banyak komik dengan cerita rakyat di produksi. Ada juga komik yang menceritakan tentang cerita nabi hingga hikayat dari berbagai daerah. Pada era 1990-an, gempuran komik luar seperti Jepang dan Amerika mulai menjadi tren di kalangan anak-anak dan remaja saat itu.
“Era 1990-an mulai tren komik luar. Sampai tahun 2000-an itu masih eksis (komik luar negeri, red). Sekarang, komik karya anak negeri juga kembali menjadi tren di kalangan anak-anak dan remaja kita. Meski dalam platform cetak diproduksi terbatas, pada platform digital komik karya anak bangsa cukup diapresiasi,” imbuhnya.
Hayu Nidira dari Komunitas Fanbase Detective Conan (FDC) Riau berujar secara spesifik, masing-masing cerita komik memiliki keunikan. Ia mencontohkan, komik Detective Conan yang memiliki genre misteri dan kasuistis. Bahkan komunitas FDC Riau masih tetap eksis dalam berburu komik dan cerita tentang Detective Conan.
“Tentunya punya sensasi berbeda dari komik lainnya. Ada misterinya, di mana kita diajak untuk berpikir ketika ada sebuah kasus dalam cerita Detective Conan,” pungkas Ayu menambahkan.(nda)