LIPUTAN KHUSUS

Bergantung pada Pergantian Arus

Liputan Khusus | Minggu, 25 Oktober 2015 - 11:02 WIB

Bergantung pada Pergantian Arus
MENJEMUR UDANG: Eka saat menjemur udang pepai hasil tangkapannya pada malam hari. Menjemur udang pepai harus dilakukan agar kondisi udang tersebut tidak busuk sehingga bisa diolah dan dijual dengan harga yang lebih tinggi. Foto di ambil baru-baru ini.

Berbagai jenis ikan inilah yang mereka kumpulkan setiap kali turun melaut yang mereka istilahkan dengan sekali bintang. Tak tau dari mana mereka mengambil satuan sekali bintang ini. ‘’Kami di sini menyebutnya sekali bintang. Kami pun tak tahu mengapa sebutan hitungannya seperti itu,’’ jawab Romi, ketika ditanyakan mengapa ukuran sekali turun melaut ini mereka sebut dengan sekali bintang. Bisa jadi, karena dulu orang melaut bila pada malam hari bintanglah sebagai penunjuk arah mereka dalam mengarungi samudera.

Sekali bintang ini bisa mencapai ukuran sepekan hingga sepuluh hari. Air pasang dalam atau pasang besar jadi penanda bagi mereka untuk melaut. Bila pasang kecil, mereka gunakan untuk berehat dan membenahi segala sesuatu yang dapat dikerjakan. Dalam sebulan, rata-rata mereka bisa melaut sekitar 20 hari dan 10 hari lainnya ‘’of’’’ karena pasang kecil.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Kalau pasang kecil, payah ikannya. Pengerih baru mendapat bila pasang sudah besar,’’ jelas Romi, tentang alasan mengapa ada hari-hari mereka tak membangkit pengerihnya.

Tentang hasil tangkapan mereka, kata Romi, bisalah untuk memenuhi keperluan hari-hari. Bahkan bila berhemat dan tangkapan banyak, bisa untuk disimpan. ‘’Kadang sekali bintang, bisalah Rp6 sampai Rp7 juta. Paling-paling meleset Rp4 juta-lah,’’ aku Romi tentang penghasilan mereka.

Namun Romi susah merinci duit sebanyak apa kira-kira ikan tangkapan mereka. ‘’Untuk semua jenis ikan, bisa 500 Kg hinggakan 700 Kg,’’ katanya mengagak-agak.

Dari semua pendapatan itu, tak semuanya untuk dirinya. Romi hanya seorang buruh nelayan. Ia bekerja untuk orang lain yang memiliki togok dan pengerih tersebut. ‘’Kalau kami hasilnya bagi dua. Setengah untuk kami, setengah lagi untuk tauke,’’ katanya.

Kemudian, dari setengah penghasilan itu, Romi harus berbagi lagi dengan Eka. ‘’Setelah dipotong belanja makan, hasilnya kami bagi lagi berdua,’’ jelasnya.

Selasa, 14 Oktober 2015, sekitar pukul 09.30 WIB, arus pasang akan segera berganti surut. Romi dan Eka mulai bersiap-siap untuk menghala ke tengah laut membangkit pengerih-pengerih mereka. Pergantian air sebelumnya, mereka telat untuk membangkit pengerih. Mereka menjangkakan pergantian arus terjadi pukul 04.00 WIB. Ternyata dugaan mereka meleset. Begitu mereka bangun, ternyata pasang sudah mulai dalam. Mereka ketinggalan satu kali air.

Bila di sebelah malam, hanya Romi dan Eka saja yang membangkit pengerih, beda dengan dengan siang. Togok-togok lain yang pada malam harinya sepi dalam keremangan, paginya menjadi ramai. Ternyata, hanya togok Romi saja yang ditempati malam. Nelayan-nelayan lainnya hanya bekerja pada siang hari. Rata-rata, di pondok lainnya itu tak hanya lelaki saja yang bekerja, tapi mereka dibantu para istri masing-masing.

Pada pergantian harus pagi ini, kempang-kempang bermesin tempel bagaikan karnaval menuju ke tengah laut. Lepas bertolak satu kempang, berdengung pula kempang lainnya. Yang berhampiran dengan togok Romi, ada empat kempang yang menuju ke laut. Ada yang isinya berdua, dan tak jarang hanya seorang saja.

Pasa kesempatan pagi ini, Riau Pos ikut dalam perjalanan ke tengah laut untuk melihat para nelayan membangkit pengerih dari dekat. Pengerih yang dikerjakan Romi ada 12 mata semuanya. Pelampung dari buluh atau yang mereka sebut dengan peluntang menjadi penanda di mana pengerih itu berada.

Dari hitungan Riau Pos, tiap-tiap pengerih, menghabiskan waktu sekitar lima menit untuk membangkitnya. Begitu pengerih ditarik, aneka ikan yang terkurung di dalam pundi pengerih itu, langsung ditunggang dimasukkan ke dalam petak kempang. Begitu seterusnya, dari pengerih satu ke pengerih lainnya. Bila ada koyak kecil, akan ada tambahan waktu sedikit. Tempat yang koyak tersebut langsung dibuhul atau dijalin dengan alat yang sudah mereka sediakan di kempang.

Dari 12 mata pengerih yang dimiliki Romi, memerlukan waktu lebih kurang satu jam untuk membangkitnya. Selain ikan-ikan dan udang ukuran kecil, ada juga beberapa ekor ikan ukuran selengan orang dewasa.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook