JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi sekarang dan menimbulkan asap tebal berbulan-bulan di Sumatera, harus dianggap sebagai masalah yang serius oleh pemerintah.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meminta pemerintah merubah pola pikir dalam memandang persoalan kebakaran hutan. Kelompok pecinta lingkungan itu menilai ganggap pemerintah menganggap kebakaran hutan yang menimbulkan bencana asap hanya sebagai persoalan yang muncul setiap tahun karena ada kaitannya dengan aspek ekonomi.
Kepala Divisi Kampanye Walhi Nur Hidayati mengatakan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah terjadi selama 18 tahun. Sejak pertengahan tahun 1990-an, perusakan hutan secara masif dilakukan demi membuka lahan perkebunan.
Dari catatan Walhi ketika era Presiden Soeharto terdapat 1 juta hektar hutan dihancurkan untuk proyek persawahan. Sedangkan hutan gambut digunduli lalu dibuat kanal yang mengakibatkan gambut kering. Sebab, tanaman komoditas seperti sawit tidak bisa ditanam di lahan yang basah. Jika dihitung, kanal itu totalnya hingga 2 juta kilometer dari seluruh Indonesia.
Praktik itu berlanjut ketika pemerintahan pasca-reformasi. Praktik pembakaran lahan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan raksaksa perkebunan untuk menekan biaya.
Bahkan mereka dapat keuntungan berlipat ganda dengan menjual kayu-kayu yang telah terbakar. Walhi pun menuding pemerintah melakukan pembiaran dan justru mengeluarkan izin berskala besar kepada perusahan-perusahaan yang membutuhkan lahan untuk sawit.