RIAUPOS.CO - KITA mungkin merasakan langsung bahwa akhir-akhir ini cuaca berubah dengan sangat cepat. Terkadang, satu hari terasa sangat panas, dan keesokan harinya hujan. Kondisi seperti itu merupakan contoh perubahan iklim. Dampaknya, isu perubahan iklim menjadi perhatian banyak pihak.
Oleh karena itu, fenomena perubahan iklim sangat penting untuk diwaspadai, karena dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di bumi. Jika dibiarkan terus menerus, tak menutup kemungkinan akan banyak makhluk hidup yang punah akibat tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan tersebut.
Upaya untuk menjaga dari pada dampak perubahan iklim dan lingkungan pun dilakukan sejumlah aktivis pecinta lingkungan, atau lembaga pecinta lingkungan. Seperti dengan cara menanam pohon, bersih-bersih sungai, dan menyuarakan perubahan iklim ini adalah tanggungjawab bersama.
Kemudian mendorong pemerintah dengan segala kewenangannya bisa mengambil kebijakan mendukung upaya untuk menghentikan laju perubahan iklim, seperti menindak tegas perusahaan jika terjadi kebakaran hutan dan lahan. Selanjutnya pembukaan lahan besar-besaran dan pembakaran lahan. Karena itu salah satu penyebab emisi yang besar di Riau.
Fachrul Adam, aktivis pecinta lingkungan dari Perkumpulan Elang mengatakan, berbagai upaya telah dilakukannya dalam rangka menghentikan laju perubahan iklim, dengan menyuarakan perubahan iklim menjadi tanggungjawab bersama dan melakukan pembagian dan penanaman bibit pohon matoa, pohon sirsak, pohon nangka, pohon gaharu, dan lainnya.
Selain itu juga, dari Perkumpulan Elang juga belum lama ini melakukan aksi bersih-bersih sungai di kawasan Kelurahan Tanjung Rhu. Kemudian juga mengimbau pemerintah terkait agar perubahan iklim tidak bisa diberatkan kepada masyarakat sendirinya. Dan juga mengimbau pemerintah dengan segala aturan-aturannya, dengan menegaskan lagi dan menindak tegas jika terjadi kebakaran hutan dan lahan di Riau.
Menurutnya, perubahan iklim yang terjadi di Riau khususnya di Pekanbaru saat ini, diakibatkan banyak faktor. Dengan menspesifikkan permasalahan di Riau ini apa penyebab sehingga terjadinya perubahan iklim tersebut. Seperti pembukaan lahan besar-besaran dan pembakaran lahan.
“Itu salah satu penyebab emisi yang besar di Riau. Kami juga mengajak dan mengimbau ayo jadikan Riau ini bebas asap,”ujarnya kepada Riau Pos, Sabtu (10/6).
Bahkan, pihaknya telah melahirkan beberapa kajian tentang solusi-solusi apa saja untuk perubahan iklim ini dari Riau. Seperti kajian tentang restorasi dan pemulihan ekosistem Semenanjung Kampar dan Kerumutan. Di dua lanskap terdapat di empat kabupaten yaitu di Siak, Pelalawan, Inhu, dan Inhil. Di empat kabupaten ini sudah ada komitmen dengan kepala daerah untuk perubahan iklim.
“Di Semenanjung Kampar dan Kerumutan tutupan lahannya masih 600 ribu hektare, makanya kami jaga di sana,” katanya.
Ia mengungkapkan, menjaga lingkungan merupakan salah satu upaya memperlambat lajunya perubahan iklim. Disebabkan oleh pembukaan lahan dengan melakukan pembakaran hutan. Di Semenanjung Kampar dan Kerumutan tutupan lahannya masih ada 600 ribu hektare.
“Untuk memperlambat perubahan iklim di Riau ini salah satunya dengan menjaga dua lanskap ini. Kalau kita kaji untuk di Riau sendiri itu efek yang terasa itu seperti di Tambilahan, karena lokasinya dengan dengan wilayah pesisir itu banyak kejadian sekarang ini pohon kelapa mati karena kanaikan permukaan air,” katanya.
Kemudian dampak yang kita rasakan adalah perubahan cuaca yang tidak menentu dan suhu yang lebih panas. “Jadi kemarin kami dapat 2500 bibit pohon. 500 bibit pohon kami bagikan kepada masyarakat pada saat di CFD kemarin, dan sisanya kami tanam di beberapa lokasi dan juga di kampus-kampus,” ungkapnya. Dan menegaskan kegiatan itu bersama pecinta alam yang terdiri dari mahasiswa, NGO, seniman, komunitas musik jalanan, dan berbagai eleman masyarakat menggelar aksi bersama dalam memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Tugu Zapin, Jalan Sudirman, Pekanbaru, Ahad (4/6) lalu.
Jangka panjang yang ditawarkannya dalam menjaga perubahan iklim itu, dari empat kabupaten/kota di dua lanskap Semenanjung Kampar -Kerumutan terdapat di empat kabupaten yaitu di Siak, Pelalawan, Inhu, dan Inhil. Di empat kabupaten ini, kabupaten Siak dan Pelalawan sudah komitmen untuk penyelamatan Semenanjung Kampar -Kerumutan.
Lanjutnya, dan banyak langkah kecil yang dilakukan ditingkat masyarakat pengelolaan pertanian di lahan gambut. Dan juga pihaknya telah melakukan upaya penyelamatan pohon kelapa yang banyak mati di Tembilahan.
Dijelaskannya, banyak bahaya yang akan ditimbulkan akibat perubahan iklim pertama peningkatan suhu di bumi, dan juga perubahan cuaca yang tidak menentu. Tetapi kalau berbicara di Riau sendiri terjadi perubahan cuaca yang tidak menentu, kenaikan permukaan air laut, dan juga beberapa daerah juga terjadi potensi kekeringan. Tetapi kalau di Riau peningkatan volume dan suhu air laut seperti yang terjadi di Tembilahan.
“Harapan kami kepada masyarakat agar menjaga lingkungan terutama yang berada di pinggiran sungai tidak membuang sampah ke sungai, melakukan pembersihan di sungai, melakukan penghijauan dengan menanam pohon, melakukan rehabilitasi ekosistem. Dan kepada pemerintah menindak tegas perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan,” pungkasnya.
Sementara itu, Umi dari Walhi Riau mengatakan, terkait perubahan iklim terjadi, harusnya pemerintah dengan segala kewenangannya bisa mengambil kebijakan mendukung upaya untuk menghentikan laju perubahan iklim. Karena saat ini kita menghadapi perubahan iklim yang sangat nyata.
“Banyaknya kebijakan pemerintah yang justru berlawanan dengan harapan kita agar perubahan iklim ini bisa dihentikan,’’ ujarnya.
Umi mencontohkan, pemerintah memberikan izin yang sangat banyak kepada industri membuka hutan untuk kepentingan perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya. “’Apalagi kita mendengar ada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 yang melegalkan ekspor pasir laut,’’ ujarnya.
Menurutnya, tentunya ini mengkhawatirkan. Sebab ke depannya kita juga mungkin saja kehilangan pulau-pulau kecil, abrasi yang semakin besar karena pertambangan pasir laut itu dilegalkan untuk di ekspor.
“Kami berharap pemerintah untuk bisa mencabut peraturan pemerintah tersebut dan memiliki ambisi yang serius untuk menangani perubahan iklim serta memulihkan kembali lingkungan yang sudah rusak,” harapnya.(gus)
Laporan Dofi Iskandar, Pekanbaru