Rencana Eksploitasi Terbentur Pembebasan

Lingkungan | Kamis, 01 Agustus 2019 - 12:10 WIB

Rencana Eksploitasi Terbentur Pembebasan
MENINJAU: Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H Said Hasyim meninjau wilayah operasional PT EMP, Rabu (31/7/2019).

(RIAUPOS.CO) -- Tahun ini Energi Mega Persada (EMP) Malacca Strait S.A berencana akan melakukan pengeboran terhadap enam titik sumur minyak yang baru. Namun rencana ekploitasi itu masih terbentur atas pembebasan lahan dan izin dari pemerintah pusat. 

Dari keterangan pihak perusahaan, sumur minyak EMP Malacca Strait yang beroperasi di antara Desa Tanjung Darul Takzim dan Desa Tanjung Kecamatan Tebing Tinggi Barat memiliki luas lahan operasi (Land Required) 78.000 m2 lebih.


Semula perusahaan ini telah mulai beroperasi sejak tahun 2017 lalu, dengan jumlah produksi minyak mentah dari sumur minyak TB 1 di lokasi tersebut sebesar 490 barel/hari (1 barel = 159 ltr).

Dan ke depan dari keterangan Field Manager EMP Malacca Strait Imam Wahyudi, perusahaan tersebut akan melakukan pengembangan usaha dengan menambah enam titik sumur baru. Jika rencana ini terealisasi, menurutnya, perusahaan Grup Bakrie tersebut akan memiliki delapan sumur minyak.

Tambah Wahyudi lagi, pihaknya tengah mengajukan izin ke SKK Migas dan jika tidak ada halangan diperkirakan izin itu akan keluar pada September 2019. “Setelah izin itu keluar barulah kita akan membangun sumur minyak baru,” ujar  Wahyudi.

Namun untuk membangun sumur minyak baru bukan hanya masalah izin dari SKK Migas yang harus dituntaskan oleh pihaknya. Tapi juga masalah ganti rugi tanaman rakyat yang terkena operasional terkait.

Dari penuturan Imam Wahyudi, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan masyarakat yang difasilitasi oleh Kades setempat. Namun hingga saat ini belum menemukan kata sepakat terkait ganti rugi rumpun tanaman rakyat. 

Pasalnya pihak perusahaan hanya mau mengganti rugi dengan mengacu pada ketentuan dimana tiap rumpun tanaman sagu masyarakat dihargai sebesar Rp500 ribu. Sementara tuntutan dari masyarakat sebesar Rp2,5 juta.

“Terkait tuntutan masyarakat itu kita sudah mencoba mengkomunikasikan dengan perusahaan dan sesuai aturan perumpun dihargai Rp500 ribu. Namun nilai itu sifatnya flexible karena kita akan negosiasi lagi hingga ditemukan kesepakatan,” ungkapnya.

Menindaklanjuti informasi tersebut, Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H Said Hasyim MSi mendengar langsung keluhan dari pihak perusahaan saat meninjau oprasional perusahaan.(*4/zed)

 

Laporan Mario Kissaz, Meranti









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook