TELUKKUANTAN (RIAUPOS.CO) - Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) terlihat tidak berjalan normal. Pasalnya, para aparatur sipil negara (ASN) enggan menduduki jabatan yang berpotensi menimbulkan persoalan hukum. Seperti halnya di Kantor Badan Pengelolah Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing.
Selain permasalahan hukum yang terjadi, BPKAD juga didera masalah baru yang tak kalah peliknya. Karena sampai saat ini, BPKAD Kuansing belum juga memiliki bendahara. Karena para pegawai tampaknya enggan ditunjuk menjadi bendahara. Sedangkan bendahara lama juga sudah mengundurkan diri.
Kondisi ini dikhawatirkan membuat stagnan perangkat daerah yang sangat vital ini. Kenapa disebut vital, karena proses pencairan dana bagi seluruh OPD atau dinas dan rekanan di Pemkab Kuansing ditentukan dari perangkat daerah ini.
Sebab diketahui, tanpa adanya bendahara di instansi yang dipimpin Hendra AP MSi ini, penyaluran dana belanja lansung dan tidak langsung bagi OPD ini dalam melaksanakan program dan kegiatan tidak dapat dilakukan.
Sekretaris BPKAD Kuansing, Mulyadi yang dikonfirmasi wartawan, pekan lalu, mengakui kalau instansi tempatnya menjabat belum ada bendahara pascamundurnya bendahara yang lama. “Bendahara yang lama mengundurkan diri. Jadi, di BPKAD sampai kini tak ada bendahara,” ujarnya.
Saat ditanya apakah para pegawai sudah takut menjadi bendahara di BPKAD Kuansing? Mulyadi tidak memastikannya. Menurutnya, kemungkinan takut menjabat bendahara bisa juga menjadi alasan para pegawai. “Bisa jadi iya (takut, red),” ujarnya.
Namun menurutnya, untuk tahun 2021 ini, bendahara cukup aman posisinya. Karena penerapan sistem SIPD terukur. “Sebenarnya tidak perlu takut, tapi mungkin trauma,” ujarnya mantan Kabag Keuangan Setda Kuansing.
Pertanyakan Tanggungjawab Pimpinan
Hingga akhir Maret ini, kondisi penyelenggara pemerintah tak menentu. Pasalnya, roda pemerintatahan tidak berjalan semestinya. Pasca ditahannya Kepala BPKAD Kuansing yang diduga tersandung kasus korupsi SPPD fiktif.