(RIAUPOS.CO) - Kepolisian daerah (Polda) Riau berhasil mengungkap kasus tindak pidana perbankan. Dalam kasus tersebut, uang dari tiga nasabah sebesar Rp1,39 miliar raib diambil oleh pelaku. Hal itu diungkapkan Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto dalam ekspose yang digelar di Mapolda Riau, Selasa (30/3).
Dikatakannya, pengungkapan berawal dari laporan nasabah yang merasa dirugikan atas kehilangan saldo dalam tabungan. Nasabah yang menjadi korban adalah Hj Rosmainar, Hothasari Nasution dan Hasimah. Masing-masing kehilangan uang Rosmainar Rp1,215 miliar, Hothasari Rp133 juta dan Hasimah Rp41 juta.
Lebih jauh diceritakannya, peristiwa tersebut berawal dari kecurigaan korban terhadap rekening yang disiapkan untuk masa hari tua. Dimana dana tersebut memang tidak pernah dilakukan transaksi semenjak membuka tabungan pada 2005.
“Saat itu korban Hj Rosmainar meminta anaknya Hothasari untuk mengecek saldo tabungan. Karena korban sudah lanjut usia, jadi diminta anaknya untuk mengecek. Namun setelah dicek, korban terkejut. Uang sebesar Rp1 miliar lebih tiba-tiba tinggal Rp9 juta,” ungkap Sunarto.
Korban kemudian melapor pada 16 Maret 2021 ke Ditreskrimsus Polda Riau. Setelah mendapat laporan, polisi langsung melakukan penyelidikan. Kemudian di dapati uang korban di ambil oleh teller NH secara bertahap dengan menggunakan slip penarikan. Karena penarikan Rp25 juta keatas harus mendapat persetujuan dan verifikasi head teler, pelaku NH kemudian meminta user dan password dari head teler.
Bahkan dari hasil uji laboratorium forensik tanda tangan yang di palsukan NH dengan tandatangan nasabah sangat berbeda. Maka dari itu penyidik menyimpulkan bahwa NH melakukan pemalsuan tandatangan untuk mencairkan uang para korban.
“Head teller berinisial AS memberikan user dan passwordnya. Yang jelas-jelas itu tidak dibolehkan. Di sinilah letak kelalaian AS sehingga NH leluasa mengambil uang nasabah,” pungkasnya.
Saat ini, polisi dikatakan Sunarto masih melakukan pengembangan atas kasus tersebut. Sejauh ini, diketahui bahwa uang yang diambil oleh mantan teller NH digunakan untuk kepentingan pribadi.
Sedangkan mantan Head Teller berinisial AS, turut terlibat karena memberikan user id dan password untuk masuk ke dalam akses perbankan. Bahkan penyidik juga melakukan pelacakan terhadap uang yang diambil korban.
“Ke mana saja alirannya itu sedang ditelusuri,” pungkasnya.
Penyidik menjerat tersangka dengan sangkaan Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Dimana dalam pasal tersebut dikatakan anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pegawai Bank dengan sengaja membuat ataupun menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen ataupun kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank diancam dengan pidana penjara sekurang- kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
Serta denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar dan paling banyak Rp200 miliar. Termasuk juga menerapkan Pasal 49 ayat (2) hurub b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Dirinya mengingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa pekerja bank memiliki potensi untuk melakukan kejahatan tindak pidana Perbankan dan bisa melakukan pencurian dana dari rekening nasabah. Oleh karena itu diingatkan kepada masyarakat atau nasabah harus rajin mengecek saldo, apalagi rekening dormant (rekening diam).(gem)
Laporan AFIAT ANANDA, Pekanbaru