PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Mengenakan baju warna biru dengan kedua tangan terborgol, Rusman, dan Firdaus hanya bisa tertunduk lesu saat ekspose di Kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Riau. Keduanya, nekat membawa sabu seberat 50 kg dengan diimingi menerima upah masing-masing Rp100 juta.
Selain kurir, dalam kasus ini turut dilakukan penangkapan terhadap Viara. Dia merupakan pengendali yang berhubungan langsung dengan sindikat jaringan internasional untuk memasukkan barang haram itu ke Indonesia.
Deputi Pemberantasan BNN RI, Irjen Pol Arman Depari menyampaikan, pengungkapan penyeludupan sabu-sabu jaringan internasional di perairan Kotabaru, Indragiri Hilir (Inhil), Kamis (24/4) lalu. Penangkapan bersama Bea Cukai Inhil mengamankan satu tersangka dan barang bukti 50 kg sabu.
“Saat ditangkap, petugas menemukan tiga buah karung dalam mobil yang berisikan sabu seberat 50 kg,” ujar Arman Depari, Senin (29/4).
Terhadap pembawa speedboat bernama Firdaus, disampaikannya, berhasil melarikan diri dari sergapan petugas. Selang beberapa hari kemudian, sambung jenderal bintang dua itu, yang bersangkutan berhasil ditangkap bersama Viara di Batam.
“Keduanya, ditangkap di Batam dan didapati barang bukti 2 kg sabu,” imbuhnya.
Dijelaskan Deputi Pemberantasan BNN RI, para tersangka merupakan jaringan sindikat internasional dengan modus bertransaksi menggunakan speedboat menjemput ke kapal di tengah laut. Lalu membawanya ke pelabuhan di Inhil. Di lokasi itu, Rusman menjemput memakai mobil.
‘’Modus mereka masih seperti biasanya, menjemput narkoba di tengah laut. Mengatur dan memindahkan narkoba kapal ke kapal atau disebut ship to ship. Memanfaatkan kelengahan petugas,’’ terang Arman.
Disampaikannya, iming-iming besar membuat Rusman dan Firdaus menerima tawaran jadi kurir. Untuk setiap transaksi, keduanya diberikan uang Rp100 juta dari pengendali, Viara.
Terhadap pengendali, bakal dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Setiap aset seperti uang, rumah dan kendaraan yang patut diduga sebagai hasil transaksi narkoba akan disita.
“Kurir mau melakukan perbuatan itu dikarenakan tergiur uang Rp100 juta setiap kali beroperasi,’’ katanya.
Lebih lanjut dikatakan mantan Kapolda Kepulauan Riau itu, sebelumnya Aceh dan Sumatera Utara menjadi jalur favorit narkoba dari Malaysia masuk ke Indonesia. Karena di dua wilayah itu sudah diawasi ketat, jalur peredarannya mulai beralih ke Riau dan Kalimantan Barat. Kondisi ini lantaran secara geografis, Riau sangat dekat dengan Johor, Malaysia. Ditambah lagi kurangnya armada, pos dan personel yang mengawasi jalur pantai sehingga memudahkan sindikat internasional mencari kesempatan. (rir)
>>>Selengkapnya baca Harian Riau Pos
Editor: Eko Faizin