CACAR MONYET

Waspada! Cacar Monyet Sudah Masuk Indonesia

Kesehatan | Minggu, 21 Agustus 2022 - 11:05 WIB

Waspada! Cacar Monyet Sudah Masuk Indonesia
dr. Laura Sendy Simamora, Sp.DV (RS AWAL BROS PEKANBARU)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia baru saja mengumumkan temuan pasien pertama yang terkonfirmasi terkena cacar monyet di Indonesia kemaren, Sabtu (20/8). Kasus cacar monyet (monkeypox) pertama yang ditemukan di Jakarta ini dialami oleh seorang pria berusia 27 tahun dengan riwayat perjalanan dari luar negeri. Menurut World Health Organization (WHO) saat ini cacar monyet tengah menjadi kondisi gawat darurat global, seiring dengan ditemukannya lebih dari 38.800 kasus terkonfirmasi positif di berbagai belahan dunia, dan juga terdapat beberapa negara non endemis yang melaporkan kasus kematian terkait cacar monyet.

Cacar monyet sudah terjadi di lebih dari 80 negara. Termasuk diantaranya yang terdekat dari Indonesia yaitu Singapura, Thailand, Filipina dan Australia. Monkeypox (cacar monyet) merupakan penyakit akibat virus yang ditularkan melalui binatang (zoonosis). Virus monkeypox masih termasuk genus othopoxvirus. Yaitu genus yang termasuk virus variola (penyebab cacar smallpox). Monkeypox pertama kali ditemukan pada tahun 1958 di Denmark ketika terdapat dua kasus menyerupai cacar yang muncul pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian.


Sehingga cacar ini dinamakan ‘monkeypox’. Monkeypox yang mengenai manusia pertama kali diidentifikasi pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo. Penularan virus monkeypox dari hewan ke manusia (zoonotik) dapat terjadi dari kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, atau lesi kulit atau mukosa dari hewan yang terinfeksi. Reservoir cacar monyet ditemukan dari hewan pengerat, dan juga hewan-hewan dari Afrika Barat seperti anjing padang rumput, kelinci, tikus, tupai, monyet, landak, dan rusa. Sedangkan penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi akibat kontak dekat dengan sekret pernapasan, lesi kulit orang yang terinfeksi, atau benda yang baru saja terkontaminasi.

Penularan juga dapat terjadi melalui plasenta dari ibu ke janin (yang dapat menyebabkan cacar monyet bawaan) atau kontak dekat selama dan setelah kelahiran. Masa inkubasi (interval dari infeksi hingga timbulnya gejala) monkeypox biasanya sekitar 6-13 hari. Tetapi dapat berkisar dari 5 hingga 21 hari. Infeksi dapat dibagi menjadi dua periode yaitu fase invasi dan fase erupsi. Fase invasi berlangsung antara 0-5 hari yang ditandai dengan demam (suhu >38.5 derjat celcius), sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot, dan astenia hebat (kekurangan energi).

Fase erupsi kulit biasanya dimulai dalam 1-3 hari setelah munculnya demam. Ruam cenderung lebih terkonsentrasi di wajah dan anggota gerak (lengan dan tungkai) daripada di badan. Ruam mengenai wajah (95 persen kasus), telapak tangan dan telapak kaki (75 persen kasus), selaput lendir mulut (70 persen kasus), alat kelamin (30 persen kasus), konjungtiva mata (20 persen), dan bahkan kornea. Ruam berkembang secara berurutan dari ruam yang datar (makula) menjadi ruam yang sedikit meninggi (papul), lalu menjadi lenting yang berisi cairan bening (vesikel) atau berisi cairan kekuningan (pustul), dan akhirnya menjadi keropeng (krusta) yang mengering dan rontok. Jumlah lesi bervariasi dari beberapa hingga beberapa ribu.

Cacar monyet bersifat swasirna atau dapat sembuh dengan sendirinya, dengan gejala yang berlangsung dari 2 hingga 4 minggu. Kasus yang berat lebih sering terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien dan komplikasi. Meskipun vaksinasi terhadap cacar di masa lalu bersifat protektif, namun saat ini orang yang berusia kurang dari 40-50 tahun mungkin lebih rentan terhadap cacar monyet. Dalam beberapa waktu terakhir, rasio kasus kematian ditemukan sekitar 3-6 persen. Komplikasi cacar monyet antara lain mencakup infeksi sekunder, bronkopneumonia, sepsis, ensefalitis, dan infeksi kornea hingga kebutaan.

Setiap orang yang memenuhi kriteria definisi kasus yang dicurigai harus dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Konfirmasi infeksi cacar monyet didasarkan pada pengujian amplifikasi asam nukleat menggunakan polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi sekuens DNA virus. Orang yang memiliki gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas dan yang memiliki hubungan epidemiologis (paparan tatap muka, kontak fisik langsung dengan kulit atau lesi kulit, termasuk kontak seksual atau kontak dengan benda yang terkontaminasi dengan kasus terkonfirmasi positif), atau yang memiliki riwayat perjalanan ke negara endemis monkeypox pada 21 hari sebelum timbulnya gejala, termasuk dalam kategori kasus probable.

Cacar monyet dapat dicegah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat seperti cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer, menghindari kontak langsung dengan tikus atau primata dan membatasi pajanan langsung dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik, menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang terkontaminasi termasuk tempat tidur atau pakaian yang digunakan penderita. Menghindari kontak dengan hewan liar atau mengkonsumsi daging hewan liar. Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah endemis atau tempat-tempat yang diduga terjangkit monkeypox agar segera memeriksakan dirinya jika mengalami gejala-gejala seperti demam tinggi yang mendadak setelah kepulangan.

Pembesaran kelenjar getah bening dan ruam kulit dalam kurun waktu kurang dari 3 minggu setelah kepulangan serta menginformasikan kepada petugas kesehatan mengenai riwayat perjalanannya. Petugas kesehatan juga sebaiknya menggunakan sarung tangan, masker, dan baju pelindung saat menangani pasien atau binatang yang sakit.

Hingga saat ini belum ada pengobatan khusus atau vaksinasi yang tersedia untuk infeksi virus monkeypox. Pengobatan yang diberikan hanya bersifat simtomatik dan suportif untuk meringankan keluhan yang muncul. Pasien dengan infeksi monkeypox dapat dirawat di ruang isolasi untuk mencegah penularan terutama pada fase erupsi. Pasien juga dilarang memencet atau menggaruk lesi karena dapat meningkatkan risiko penyebaran ke area lain, serta disarankan untuk menghindari berbagi handuk mandi atau pakaian dengan orang lain.

Dengan ditemukannya kasus terkonfirmasi positif cacar monyet di Indonesia, masyarakat Indonesia diharapkan lebih waspada dalam mengenali gejala dan manifestasi klinis cacar monyet, serta turut berperan aktif dalam pencegahan cacar monyet. Apabila menemukan gejala dan tanda seperti yang tertera di atas, masyarakat diharapkan untuk segera melapor ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat agar dapat segera tertangani dan dicegah penyebarannya.****

dr. Laura Sendy Simamora, Sp.DV, Spesialis Kulit dan Kelamin RS Awal Bros Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook