KESEHATAN

Terkuak, Ternyata Pasien Diabetes Lebih Banyak Anak Muda, Wajib Kurangi Gula

Kesehatan | Senin, 15 November 2021 - 20:02 WIB

Terkuak, Ternyata Pasien Diabetes Lebih Banyak Anak Muda, Wajib Kurangi Gula
ILUSTRASI (INTERNET)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Dari tahun ke tahun, jumlah penderita diabetes melitus (DM) makin bertambah. Penderita DM tidak lagi didominasi orang tua.

Penderita diabetes yang berobat di RSI Ahmad Yani Surabaya, hampir semuanya adalah DM tipe 2. Rumah sakit beberapa kali menerima dan merawat pasien DM dengan umur yang relatif muda.


”Yang termuda untuk DM-tipe 2, tahun ini berusia 14 tahun,” ujar Dr. dr. Libriansyah Sp.PD., K-EMD., Finasim., AIFO-K., MM., CIPA..

Menurut dokter spesialis penyakit dalam di RSI Ahmad Yani itu, dahulu umur rata-rata pasien DM di atas 45 atau 50 tahun. Tetapi sekarang sudah banyak yang kategori usia anak muda, di bawah 25 tahun.

”Biasanya DM Tipe 2 itu tua-tua, tetapi sekarang mulai banyak yang muda. Dulu pasien di atas 40 tahun. Sekarang di bawah. Ada beberapa kemungkinan ini dapat terjadi. Memang DM sekarang lebih mudah menyerang atau makin lama, deteksi diabetes dilakukan usia muda lebih banyak karena kesadaran tes tinggi,” tutur dokter Lee, sapaan akrab Libriansyah, Ahad (14/11).

Untuk pasien-pasien muda, banyak yang terditeksi karena melakukan general check up.

Dia menjelaskan, gejala DM tidak khas, kadang ngantuk, lesu, rasa lapar terus.  Untuk orang yang lebih tua, ketika berobat, beberapa di antaranya adalah selalu merasa lesu, mengantuk, kesemutan, luka yang sulit sembuh atau diikuti dengan adanya penyakit lain.

”Ada 3 gejala klasik diabetes. Pertama adalah Polidipsia, rasanya haus terus sehingga banyak minum. Kedua adalah Poliuri, pengen pipis terus. Kencing lebih dari 2 kali malam hari dan mengganggu tidur. Itu harus waspada,” terang Libriansyah.

Terakhir adalah polifagi, pasien lupa dengan rasa kenyang dan merasa lapar terus. Hal itu terjadi akibat adanya gangguan metabolisme, baik karbohidrat, protein, dan lemak yang meningkatkan gula darah.

”Kalau gejala itu sudah ada, orangnya mungkin sudah lama terkena, (DM), tetapi dia nggak merasakan. Diagnosis diabetes itu, kalau sudah didiagnosis, teorinya sudah ada 50 persen dari fungsi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin itu terjadi kerusakan,” tegas Libriansyah.

Dia menyebutkan, komplikasi itu jauh sebelum diagnosis terbentuk. Ada proses pre-diabetes dan diabetes. Ketika pre-diabetes, itu sudah ada komplikasi, dan sebaiknya penanganan sudah dimulai saat itu.

”Beruntung orang-orang yang sering melakukan check-up rutin. Faktor risiko diabetes itu banyak. Salah satunya adalah sedentary life, artinya pola hidup laziness, kurang beraktivitas fisik. Bukan olahraga ya. Ada lho atlet nasional catur yang kena,” paparnya.

Faktor lain adalah makan sembarangan. Sebenarnya orang diabetes itu sama dengan makan yang diberikan orang normal. Tetapi harus mencakupi syarat 3J. Orang-orang yang sudah kena diabetes atau kecenderungan terjadi diabetes, jenis makanan, utamanya yang mengandung gula harus dihindari.

”Selanjutnya, jumlah harus disesuaikan dengan kebutuhan. Dihitung berdasar berat badan. Untuk lebih jelas, bisa konsultasi ke ahli gizi,” terang Libriansyah.

Ketiga adalah jadwal. Pasien DM harus memiliki jadwal makan yang jelas. Makan pagi, siang, dan malam harus teratur. Di antara itu, diselingi dengan kudapan atau snack, di antaranya.

Misal sering lapar sebelum tidur, bisa ditambahkan snack jam 9 malam. Snack ini adalah makanan yang rendah kalori.  Untuk makanan harian, makanan tinggi serat kalori rendah, seimbang, dan sayur dan buah.

”Rumus yang tepat tadi adalah 3J plus jurus memasak atau menyajikan dan tambah pemantauan. Bukan dibatasi rasa nikmatnya. Tapi dipantau,” tutur Libriansyah.

Menurut dia, tren peningkatan pasien DM usia muda sudah sejak lama dengan istilah coca-colanisasi. Kaum muda terkena DM karena mengonsumsi makanan instan, rendah serat, tinggi kalori, malas gerak, dan tingkat stres tinggi.

Untuk tren minum kopi ketika nongkrong, dia memahami banyak kopi yang kini menggunakan gula. Untuk itu, dia meminta anak muda mengurangi bahkan menghindari konsumsi gula dalam kopi.

”Dalam penelitian, minum kopi itu meningkatkan fungsi sensitivitas kerja insulin. Artinya itu baik, bisa menghindari diabetes dari pre-diabetes. Kurangi gulanya. Nggak pakai gula. Yang dihindari adalah gulanya,” jelas Libriansyah.

Dia mengingatkan anak muda untuk menyadari bahwa banyak kemungkinan faktor risiko meningkatnya DM. Misalnya, mempunyai riwayat keluarga diabetes. Terlebih bila bapak/ibu, kakek/nenek, atau saudara kandung yang sudah dinyatakan memiliki DM.

”Kemudian obesitas. Kalau laki-laki menggunakan celana sudah lebih ukuran 34, sudah mulai obesitas sentral. Kalau perempuan nomor 28 lebih, harus hati-hati juga dengan obesitas sentral. Ini meningkatkan kemungkinan risiko diabetes. Kemudian adanya penyakit lain (komorbid), misalnya hypertensi bisa terjadi kemungkinan terkena DM,” ujar Libriansyah.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook