JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan Nasional yang salah satunya tentang kenaikan BPJS, banyak dikeluhkan masyarakat. Pusat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) sangat menyayangkan hal itu.
Ketua Umum KPCDI Tony Samosir mengatakan, penerbitan Perpres itu adalah upaya pemerintah mengakali putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS dalam Perpres 75 tahun 2019.
Karena itu, komunitasnya akan kembali melakukan perlawanan. Perlawanan tersebut akan dilakukan dengan menggugat Peraturan Presiden (Perpres) tersebut ke Mahkamah Agung (MA) seperti yang mereka telah lakukan beberapa waktu lalu.
KCPDI juga telah menggandeng Lokataru Foundation sebagai kuasa hukum untuk menyusun gugatan uji materi tersebut.
"Kami bersama bang Haris Azhar tadi sore juga sudah menyampaikan bahwa kami sedang berdiskusi dan menyiapkan uji materi dan kami akan segera melakukan yang mengajukan ke MA" ujar Tony di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Sebagai informasi Jokowi melalui Perpres 64 Tahun 2020 memutuskan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri secara bertahap mulai Juli 2020.
Keputusan ini dilakukan tak lama setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen yang diberlakukan Jokowi mulai awal 2020 lalu.
Bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I, iuran naik dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu atau 87,5 persen per orang per bulan. Kenaikan mulai berlaku 1 Juli 2020.
Bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II, iuran naik dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu atau 89,07 persen per orang per bulan mulai 1 Juli 2020. Kenaikan mulai berlaku 1 Juli 2020.
Bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, iuran naik dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu atau 37,25 persen per orang per bulan mulai 2021. Kenaikan mulai berlaku 2021.
Menurut Tony langkah pemerintah sangat kontradiktif dengan rencana untuk menggenjot konsumsi rumah tangga di tengah situasi perlambatan ekonomi akibat virus corona.
Iuran tersebut dinilai akan memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah meski kenaikan iuran dalam Perpres nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan itu lebih rendah dari kenaikan sebelumnya.
"Apalagi masih banyak peserta yang tidak mampu tapi dia tidak terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran dari pemerintah," katanya.
"Kami sangat menyayangkan keputusan ini dan ini pemerintah yang bertentangan dengan langkah pemerintah untuk memulihkan perekonomian," tambahnya.
Sumber: CNN/Antara/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun