Anasthasia menjelaskan bahwa kunci keberhasilan penyembuhan ada pada semangat dan kedisiplinan pasien. Terutama dalam berlatih. Pasien disiplin berlatih sehingga otot tidak menjadi kaku lagi. Pada praktiknya, di setiap sesi latihan dalam air pasien mendapatkan satu terapis untuk satu pasien.
“Untuk mendapatkan hasil kentara, pasien dengan semua jenis nyeri sendi diharapkan menjalani terapi 6 hingga 8 minggu dengan durasi dua kali seminggu. Sekali terapi dilakukan dalam 30 menit.
Pada pasien stroke, waktu pemulihan bergantung pada berat ringan dan jenis strokenya, apakah disebabkan perdarahan atau penyumbatan. Selain jenis penyakitnya, pemulihan sroke juga bergantung pada motivasi si pasien sendiri,” urainya.
Dasar utama penggunaan air hangat untuk pengobatan adalah efek hidrostatis dan hidrodinamis. Secara ilmiah, air hangat berdampak fisiologis bagi tubuh. Pertama, berdampak pada pembuluh darah. Suhu panas air akan membuat sirkulasi darah menjadi lancar. Kedua, faktor pembebanan dalam air akan menguatkan otot-otot dan ligamen yang memengaruhi sendi-sendi tubuh. Tak heran, pasien dengan gangguan encok dan rematik sangat baik bila diterapi air hangat.
“Ketiga, latihan dalam air berdampak positif bagi otot jantung dan paru-paru. Latihan di dalam air membuat sirkulasi pernapasan menjadi lebih baik,” tutur Anasthasia.
Efek hidrostatis dan hidrodinamis pada terapi tersebut juga membantu menopang berat badan saat latihan jalan. Selain hal-hal positif di atas, air yang bersuhu 32 hingga 34 derajat Celsius memengaruhi oksigenisasi jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot, mampu menghilangkan rasa nyeri, menenangkan jiwa, dan merilekskan tubuh. (nhk)