Kesimpulannya, gangguan telinga dalam menyebabkan otak pusat yang berfungsi mengontrol pergerakan menjadi abnormal.
Dari sejumlah tes juga terungkap pada tikus-tikus hiperaktif terjadi peningkatan kadar dua protein yang berfungsi mengendalikan neurotransmitter. Tapi peningkatan level ini hanya dapat dilihat di area otak pusat, dan tidak di bagian otak depan lainnya.
Untuk menentukan faktor penyebab peningkatan pergerakan abnormal itu, tikus-tikus yang gennya dihapus oleh peneliti pun diberi sebuah suntikan yang berfungsi untuk menghambat kinerja protein pengendali neurotransmitternya. Dan hasilnya, aktivitas tikus-tikus itu pun kembali normal.
Hal ini berarti dengan belajar dari temuan ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa hiperaktivitas pada anak-anak penderita gangguan telinga dalam bisa jadi dapat