NESTAPA PETANI PADI DI MERANTI

Terancam Gagal Tanam Jelang Janji Gubri Terealisasi

Kepulauan Meranti | Selasa, 30 November 2021 - 17:15 WIB

Terancam Gagal Tanam Jelang Janji Gubri Terealisasi
Warga Desa Sendaur gotong royong membersihkan Sungai Sendau agar banjir yang menggenangi bibit padi yang mereka semai. (WIRA SAPUTRA/RIAUPOS.CO)

Wajah lelah, peluh bercucuran tergambar jelas dari raut wajahnya. Seakan-akan tak kenal lelah, seorang lelaki paruh baya tampak memikul bibit padi atas pundaknya.

Laporan: Wira Saputra (Selatpanjang)


Kaki "ayam" tanpa alas mengayun tak seirama di kubangan sembari menjatuhkan benih padi yang dipikulnya ke pinggiran jalan.

Dia adalah Pak Suratman 43 th warga Desa Sendaur Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Kepulauan Meranti yang berprofesi sebagai petani padi.

“Beginilah, musim penghujan ini sejuk. Kalau kami harus berkejar dengan banjir. Lambat memindah benih padi dari persemaian ke hamparan sawah, alamat gagal tanam. Pasalnya banjir telah merendam sawah kami selama tujuh hari terakhir," keluhnya mengawali pembicaraan kepada media, Senin (29/11/21) siang.

Parahnya genangan ini belum ada tanda tanda akan surut. Dari atas langit, air hujan terus turun tak kenal waktu.

"Tak mungkin kita melawan alam," paparnya di pinggiran Jalan Mengkudu Dusun Parit Nibung, Desa Sendaur yang menjadi kawasan persawahan desa dengan berpenduduk lebih dari 1300 jiwa.

Aktivitas bertani dengan menanam padi memang sudah menjadi adat dan tradisi masyarakat desa setempat. Kebiasaan itu diwariskan turun-temurun dari dibukanya daerah ini menjadi sebuah perkampungan oleh Datok Ulik atau H. Imran 70 tahun yang lalu. 

Sebelum mekar menjadi desa Sendaur, Dusun Parit Nibung masuk dalam administrasi pemerintahan Desa Melai, Kecamatan Rangsang Barat. Dusun Parit Nibung merupakan kawasan dataran rendah berawa. 

Luas hamparan sawah yang terbentang diapit dua batang sungai yang bermuara ke perairan Selat Malaka tersebut, yakni Sungai Melai dan Sungai Sendau merupakan kawasan yang tak pernah kekeringan air sepanjang tahun. 

Kesuburan tanahnya yang merupakan hasil proses geogenik (pelapukan red) sampah-sampah dedaunan dan ranting-ranting kayu yang tertimbun lumpur yang di bawah air laut saat pasang selama ratusan tahun, menjadikan kawasan persawahan dusun Parit Nibung subur.

Bahkan tanpa harus dipupuk, hamparan sawah di dusun tertua Desa Sendaur ini tetap mampu ditumbuhi padi dengan hasil panen yang berlimpah. 

Tidak heran bila persawahan ini mengundang daya tarik bagi para petani dari desa tetangga seperti Kedaburapat, Telaga Baru bahkan dari desa di Kecamatan Tebingtinggi Barat dan Pulau Merbau.

"Kalau hujan tak kunjung reda dalam sepekan ini, mimpi untuk panen pada musim tanam tahun nanti sepertinya akan hampa. Kami dibayangi gagal tanam. Ketinggian banjir di sawah sudah setinggi lutut orang dewasa. Tak mungkin padi mau tumbuh subur. Jadi tak mungkin panen nampaknya," tutur Suratman dengan suara bergetar seakan-akan menahan getir.

Herman (54 th) petani padi desa Sendaur lainnya juga mengungkapkan hal yang sama. Bertanam padi, memang menjadi satu-satunya kegiatan usaha masyarakat desa dalam menopang kehidupan keluarga. 

Meskipun dalam satu musin hanya satu kali tanam, namun hasilnya cukup untuk tidak membeli beras selama setahun, bahkan berlebih dan dijual untuk menutupi biaya sekolah anak. 

"Dari hasil panen padi inilah, kami menyekolahkan anak-anak kami, sampai menjadi sarjana. Tapi kalau banjir tak surut dan semakin dalam, pupuslah harapan kami untuk membiayai kuliah anak kami ?. 

Tolonglah Pak Gubernur, keruk-lah Sungai Melai dan Sungai Sendau, agar banjir di sawah kami surut. Kepada siapa lagi kami nak berharap, kalau dicangkul pakai manual, bukan tak mau, tapi tak berdaya," tutur Herman dengan wajah memelas.

Sungai Melai dan Sungai Sendau, memang menjadi satu-satunya alternatif untuk mengurai banjir yang menggenangi ratusan hektar sawah di Kecamatan Rangsang Pesisir sebagai Pulau kecil terluar.

Sungai dengan lebar lima meter dengan kedalaman mencapai 2,5 meter ini tak lagi berfungsi normal. Lumpur masin yang dibawa air laut saat pasang dari perairan Selat Malaka, telah menutup permukaan sungai dengan ketebalan mencapai dua meter. 

Lebih miris lagi, aliran sungai yang dulunya mengalir deras air gambut itu, tak lagi mampu menampung debit curah hujan tinggi. Sungai yang membelah desa dari Timur ke Barat sudah penuh dengan sedimentasi dan ditumbuhi vegetasi pohon mangrove.

"Normalisasi dua batang sungai ini harus segera di lakukan. Tidak hanya untuk menyurutkan banjir yang menenggelamkan ratusan hektar sawah di desa Sendaur. Juga untuk menjaga keberlangsungan kehidupan para petani di masa depan. Secara manual jelas tak mungkin, harus menggunakan alat berat,” kata Camat Rangsang Pesisir Masnawi, MAg.

Pada saat Gubernur kunker ke Desa Bina Maju beberapa bulan yang lalu, persoalan normalisasi Sungai Melai dan Sungai Sendau telah disampaikan. Dan Pak Gubernur di hdapab ratusan petani Rangsang Barat dan Rangsang Pesisir, berjanji untuk segera mengirim alat untuk melakukan normalisasi ke dua sungai tersebut. Tapi sampai hari ini, belum ada realisasinya. 

"Kedua sungai ini sangat vital untuk mendukung program ketahanan pangan bagi desa dan daerah Tidak hanya untuk desa desa di Kecamatan Rangsang Pesisir tapi juga untuk desa-desa di Kecamatan Rangsang Barat," imbuh camat Masnawi.

Untuk wilayah kerjanya saat ini terdapat 1500 hektar tanaman padi dari mekar Baru hingga Desa Melai. Dari jumlah tersebut tidak kurang 150 hektar di antaranya terdampak genangan. Padahal setiap hektare mampu panen hampir 3,5 ton oleh ratusan petani daerah setempat.

 

Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook