MERANTI (RIAUPOS.CO) -- Instruksi moratorium area peruntukan lain (APL) yang masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB), kebiri hak warga Kepulauan Meranti untuk punya lahan sendiri.
Sejak moratorium APL yang tertuang dalam Inpres nomor 5 Tahun 2019 tersebut keluar, cukup banyak usulan penerbitan surat tanah warga daerah setempat yang mandek di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kondisi tersebut juga dialami oleh Arif, Warga Kelurahan Selatpanjang Timur, Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kepada Riau Pos, Rabu (26/8/20), Arif mengaku tidak bisa melengkapi persyaratan administrasi pinjaman di salah satu bank untuk kebutuhan operasional usaha kecilnya.
Syarat bank dengan anggunan sertifikat tanah. Namun sertifikat tanahnya tidak bisa terbit karena kebijakan tersebut, atau masuk dalam PIPPIB gambut.
"Lucu. Tanah saya di tengah kota, tapi statusnya tidak bisa ditingkatkan. Alasan masuk dalam kawasan perlindungan gambut" ujarnya.
Menyikapi hal itu, ia mengaku kecewa. Bahkan ia menganggap kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah sepertinya sengaja mengkebiri haknya sebagai warga negara. "Tidak ada alasan lain yang jelas hak kami sepertinya dikebiri," ungkapnya.
Kondisi tersebut dibenarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepulauan Kabupaten Kepulauan Meranti yang ikut-ikutan pusing tujuh keliling.
Bahkan dampak dari moratorium tersebut berpotensi mengancam keberlangsungan operasional mereka dalam penetapan hak tanah, pendaftaran tanah masyarakat setempat.
Pasalnya BPN Kepulauan Meranti tidak akan menerbitkan sertifikat hak tanah di atas lahan gambut yang masuk dalam PIPPIB. Sementara 95,56 persen luas Meranti masuk dalam peta PIPPIB gambut dan kawasan hutan.
Demikian disampaikan oleh Kepala BPN Kepulauan Meranti Budi Satria, Selasa (25/8/20) siang. "Dampaknya, proses penerbitan sertifikat menurun hingga 40 persen. Bahkan persentase itu akan terus meningkat. Pasalnya luasan PIPPIB oleh kementerian terkait itu terus bertambah. Bukan berkurang," ujarnya.
Untuk penerbitan sertifikat tanah, pihaknya hanya mengakomodir untuk lahan yang tidak masuk dalam PIPPIB. Namun sayangnya zona yang tidak masuk di sana hanya berkisar 4,42 persen dari luasan Kepulauan Meranti.
Walupun demikian ia mengaku, bersama Pemda Meranti telah berupaya maksimal mendekati kementerian terkait untuk dilakukan verifikasi ulang PIPPIB.
"Minimal 26 persen luasan wilayah Meranti dapat dilepas masuk sebagai APL sehingga tidak ada yang dirugikan," ungkapnya.
Laporan: Wira Saputra (Meranti)
Editir: Arif O