SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Di Riau hanya Kabupaten Kepulauan Meranti yang tak kebagian kucuran ratusan miliar rupiah Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit dari pemerintah pusat.
Seperti diketahui dana yang dikucurkan cukup besar, tidak kurang dari Rp308 miliar. Rp83 miliar di antaranya untuk provinsi dan sisanya dikucurkan kepada 11 kabupaten/kota lain, kecuali Kabupaten Meranti.
Informasi ini diterima dan dibenarkan Sekretaris Daerah Kepulauan Meranti Bambang Suprianto kepada Riau Pos, Selasa (10/10).
Menurut Bambang, walaupun Kepulauan Meranti bukan termasuk daerah penghasil sawit, namun dalam regulasinya daerah tersebut bisa saja masuk ke dalam daftar daerah penerima DBH Sawit oleh pusat.
Bahkan regulasi tersebut sudah diatur melalui UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Keuangan Pusat dan Daerah. “Kita termasuk daerah yang berbatasan dengan daerah penghasil. Walaupun tidak sebagai daerah penghasil, asal berbatas, kita bisa kebagian. Bahkan kita dikelilingi daerah penghasil,” ujarnya.
Makanya, kata Sekda, mereka sedang menjalin komunikasi intens kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Koordinasi berkaitan dengan status daerah yang berbatasan dengan wilayah penghasil.
“Karena sejauh ini kita tak kebagian padahal tetangga daerah penghasil. Mulai dari sawit hingga DBH Migas,” ujarnya.
Plt Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Riau Burhani mengatakan, pihaknya akan mengomunikasikan terkait tidak masuknya Meranti dalam daftar penerima DBH Sawit.
Jika dilihat dari wilayahnya, Kabupaten Meranti bisa saja mendapatkan DBH Sawit itu. Lantaran Meranti berada di provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit paling luas di Indonesia.
“Ini sedang kami koordinasikan, kira-kira kenapa Meranti tidak termasuk yang menerima DBH Sawit,” kata Burhani kepada wartawan.
Dia mengatakan, untuk pencairan DBH Sawit ini, pemda berkewajiban untuk menyampaikan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai syarat untuk pencairan DBH sawit itu.
Burhani mengatakan, batas waktu penyampaian RPK dan laporan ini harus segera dilakukan Pemda paling lama 30 November ini.
“Jika tidak dilakukan, maka dilakukan penghentian menyalur. Jadi kalau Pemdanya sampai batas waktu tidak memenuhi persyaratan, maka bisa ditunda penyalurannya. Batas akhir penyaluran itu 27 Desember,” ujarnya.
Tentu saja tinggal kecepatan Pemda menyampaikan RPK-nya. “Tapi batas-batas penyalurnya tadi sudah disampaikan ya, jadi paling lambat sebagaimana langkah-langkah akhir tahun anggaran 27 Desember. kita akan dengan cepat juga menerima rekomendasi dari DJPK dan itu berarti segera setelah diterima rekomendasi akan segera kita salurkan ke Pemda yang bersangkutan melalui KPPN,” pungkasnya.(wir)