SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Pada 2020-2021 Indonesia dihadapkan pada tantangan penanggulangan bencana yang diakibatkan faktor alam dan nonalam. Seperti yang terjadi di Kepulauan Meranti.
Melalui data BNPB pada 2021 menyebutkan 5.402 kejadian bencana dengan lebih 99 persen merupakan bencana hidrometeorologi. Melihat frekuensi bencana yang cenderung meningkat ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti akan menyusun kajian terhadap risiko bencana.
Menindaklanjuti itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Bambang Supriyanto SE MM memimpin rapat penyampaian laporan pendahuluan di ruang Melati Setdakab, Rabu (10/8).
Rapat berlangsung secara virtual bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau.
"Penyusunan kajian kami anggap sangat penting. Mengingat kapan saja bisa terjadi bencana di daerah ini. Setidaknya sebagai langkah persiapan pengelolaan bencana 10-15 tahun ke depan," ujar Bambang.
Kajian tentunya akan memperhatikan indeks ketahanan dan penanggulangan sehingga bila terjadi mereka mampu meminimalisir dampak secara keseluruhan.
"Ya mudah-mudahan kajian ini dapat berjalan dengan baik," harapnya.
Adapun tim ahli yang akan terlibat dalam kajian tingkat resiko bencana ini dipimpin langsung oleh Ahli Bencana Dr Djati Mardiatno MSi. Selain itu juga diikuti oleh Dr. Muhammad Anggri Setiawan, M. Si. Ahli Geomorfologi Bencana, Dr rer nat, Arry Retnowati SSi MSc sebagai Ahli Pengembangan Wilayah.
Selanjutnya, Tenaga Ahli Manajemen Hidrometereologi Dr Andung Sakaranom SSi MSc. Ahli Sistem Informasi Geografi Dr Sigit Bayumurti dan tujuh orang anggota lainnya.
Dalam rapat koordinasi itu, Ketua Tim Dr Djati Mardiatno MSi menyampaikan dan pemaparan kegiatan yang akan dilakukan. Salah satu kegiatan mereka dalam waktu dekat ini melakukan observasi dan penelitian selama sebulan ke depan di Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Secara jadwal, tim ahli beserta tim pemerintah daerah akan melaksanakan analisis kajian risiko kebencanaan di Kepulauan Meranti selama sebulan ke depan, dan secara bertahap target penyelesaian laporan dalam waktu empat bulan," bebernya.
Adapun beberapa indikator fokus terhadap kajian tersebut mulai dari analisis banjir, rob, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan, keringan, epidemi, wabah, hingga Covid-19," ujarnya.
Ditambahkan Plt Kalaksa BPBD Kepulauan Meranti Eko Setiawan, SE menjelaskan, jika penanggulangan bencana merupakan kewajiban dasar yang harus dipenuhi oleh seluruh unsur pemerintah kepada masyarakat. Amanat ini tertuang dalam Undang-Undang 23/2014 dan Permendagri Nomor 101/2018.
Paling tidak dengan kajian yang dimaksud mereka dapat mengukur tingkat risiko sebagai acuan besar penanggulangan setiap bencana yang terjadi di Kepulauan Meranti ke depan. Salah satunya yang masih membekas kejadian terbesar pada 2014 kata dia, Meranti menjadi perhatian nasional dan internasional soal bencana kebakaran hutan dan lahan terarah di Indonesia.
"Tidak hanya kebakaran hutan dan lahan, tetapi juga untuk mengetahui risiko bencana lainnya. Selain itu kegiatan ini juga mengkaji Indeks ketahanan daerah dan juga pemenuhan terhadap standar pelayanan minimal (SPM Sub-Urusan Bencana),’’ jelasnya.
Bahkan rencana ini ia nilai cukup bijak dijadikan la dasan awal dasar perencanaan pembangunan daerah ke depan, terutama atas dampak yang ditimbulkan.
"Karena itu kajian itu akan ada penarikan kesimpulan pada setiap kelas bahaya untuk setiap level administrasi dilakukan berdasarkan pendekatan skenario terburuk atau berdasarkan kelas maksimum bahaya.
Sedangkan kesimpulan kelas bahaya ditentukan dengan besarnya luasan domain kelas bahaya yang di proyeksikan pada kelas maksimum daerah. Luasan kelas bahaya ini akan menentukan level bahaya pada administarasi daerah kedepan," ujarnya.(wir)