SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Laskar Muda Melayu Riau kembali menggelar aksi lanjutan di Depan Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Selasa (11/1/2022).
Aksi bertubi-tubi itu terjadi setelah Pemda Meranti mengeluarkan kebijakan untuk mengevaluasi dan menunda perpanjangan kontrak tenaga harian lepas (THL) jelang proses seleksi.
Mereka menolak kebijakan tersebut dan ingin sekali bertemu dengan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H Muhammad Adil SH. Namun keinginan tersebut kerap tak jadi, karena terbentur oleh kesibukan kerja bupati di luar Meranti.
"Jika tuntutan kami tidak digubris, kami akan turun lagi dengan jumlah yang besar," orasi Ketua LM2R, Jefrizal.
Saat itu masa aksi juga membentang spanduk putih bertulisan pernyataan sikap soal kebijakan terkait nasib ekonomi masyarakat dan permasalahan krusial lainnya.
Menariknya lagi, ada juga spanduk yang bertuliskan mosi tidak percaya terhadap Pemda Meranti dan mendesak kembalikan Kabupaten ini kepada Kabupaten Induk Bengkalis.
Setelah itu massa aksi meminta perwakilan Pemda Meranti untuk menemui mereka. Namun tak kunjung dipenuhi. Kondisi itu sempat memicu kerasnya massa aksi untuk menerobos kantor bupati, tapi dihalangi oleh aparat keamanan kepolisian dan Satpol PP.
"Para pejabat tidak beranikeluar. Kita tunggu saja, kalau tidak keluar, kita angkut semua komputer dan sofanya," teriak Koordinator Lapangan Mozha.
Lebih tiga jam mereka beraksi, akhirnya perwakilan Pemda Meranti hadir menemui mereka. Jefrizal mengkritik kebijakan Pemda Meranti dengan memberikan papan nisan kepada Plt Kepala Kesbangpol H Suardi.
Jefrizal mengaku penyerahan nisan tersebut sebagai pertanda matinya demokrasi di daerah Meranti. Seusai di Kantor Bupati Meranti, massa juga bergerak ke Kantor DPRD Meranti dan kembali menitipkan papan nisan yang sama melalui Plt Setwan Hambali.
Kepada Riaupos.co, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H Muhammad Adil menepis tudingan bahwa dirinya sengaja menghindar ketika ada aksi demo menolak evaluasi dan penundaan kontrak kerja THL.
Pasalnya di saat yang sama ia sedang menggagas kerja sama dengan Bank Riau Kepri, Senin (10/1/2022). Sementara Selasa (11/1/2022) ia menuju ke Dumai kembali membangun kerja sama dengan RS Kota Dumai sebagai rumah sakit rujukan, dan membuka kerja sama dengan PT PLN Area.
Setelah kerja rampung ia berencana akan memenuhi keinginan massa aksi untuk kembali beraudiensi.
"Nanti di Selatpanjang saya siap beraudiensi dengan Jefrizal dan kawan-kawan. Sebelumnya juga sudah diajak beraudiensi, karena ruang kerja terbatas, hanya bisa menerima sepuluh orang saja. Tapi mereka mau masuk ramai-ramai, mana bisa. Kalau ramai, mereka masuk ruangan, saya yang keluar," beber Adil.
HM Adil ia mengaku heran. Menurutnya, yang harus didemo itu yang kebijakan yang menghabiskan banyak anggaran tapi tak bermanfaat.
"Kadang heran saya. Objektif ini kepentingan dan merubah pola pikir generasi. Menurut saya yang layak didemo itu pembangunan yang mangkrak. Seperti JSR yang tak siap, masalah pelabuhan tak siap, dan persoalan pasar modern," ujarnya.
Kalau masalah evaluasi ini, ia mengaku hanya menjalankan amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 49 Tahun 2018 tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK.
"Saya dan wakil yang menjalankan amanat pemerintah pusat, saya yang akan bertanggung jawab dunia akhirat. Jefrizal dkk kan hanya meminta, kalau bisa kami turuti ya kami turuti, " bebernya.
Untuk evaluasi dan seleksi ia menegaskan tidak akan ada penerimaan orang baru dan fokus kepada THL yang ada.
"Yakinlah tidak ada orang baru yang akan masuk saat evaluasi dan seleksi ini manti. Kami akan ambil sesuai kebutuhan, mereka bekerja sesuai antara bidang pekerjaan dengan keilmuan yang dimiliki. Karena misi kita menuju Meranti Smart City, seorang pekerja, satu meja. Kalau pekerjaan bisa dikerjakan seorang kenapa harus memakai sepuluh," ungkapnya.
"Untuk itu saya tidak mau berlebihan memikirkan massa aksi. Ada yang harus kebut pembangunan. Pekerjaan kita banyak yang harus dikejar, kita sudah tertinggal, " tambahnya.
Terhadap permintaan kembali ke Bengkalis, ia tak mau menanggapi berlebihan.
"Ada aturan yang mengatur seperti yang tertuang dalam manat UU terkait pemekaran daerah. Kalau dua tahun dianggap tak mampu, baru kembali ke kabupaten induk," ujarnya.
Laporan: Wira Saputra (Selatpanjang)
Editor: Hary B Koriun