Pleidoi Fahmi Aressa Ditolak, Pekan Depan Vonis

Kepulauan Meranti | Jumat, 01 Desember 2023 - 09:40 WIB

Pleidoi Fahmi Aressa Ditolak, Pekan Depan Vonis
Sidang pleidoi terdakwa korupsi Auditor BPK RI Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa di PN Pekanbaru, Rabu (29/11/2023) malam. (HENDRAWAN KARIMAN/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Terdakwa korupsi penerima suap dari Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil yakni auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa membacakan pembelaan atau pleidoi dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (29/11). 

Pleidoi yang dibacakan kuasa hukumnya tersebut langsung ditanggapi secara lisan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi 


(KPK) Ikhsan Fernandi. Jaksa senior KPK pada perkara ini tersebut mementahkan semua pleidoi Fahmi Aressa. Dalam pleidoi yang dimulai petang hari itu, terdakwa mengaku menerima pemberian hadiah dari sejumlah pejabat Kabupaten Kepulauan Meranti. 

Terdakwa mengaku menerima pemberian tiket pesawat Batam-Palembang, tiket kapal Selatpanjang-Batam, jam tangan mewah, tablet hingga uang lebih dari Rp1 miliar karena merasa terancam.

“’Terdakwa menerima karena kekhawatiran terdakwa atas keselamatan terdakwa dan timnya. Terdakwa juga berniat mengembalikan pemberian tersebut, apalagi uang pemberian belum pernah digunakan,’’ baca penasehat hukum Fahmi Aressa.

Fahmi juga membantah pemberian itu dimaksudkan agar mengondisikan hasil audit pengelolaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dirinya mengaku tidak punya wewenang soal itu.

‘’Terdakwa sebagai auditor BPK tidak berwenang menentukan opini penilaian pengelolaan keuangan Kepulauan Meranti agar mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP seperti yang dimintakan pemberi hadiah.  Karena pemberian predikat tersebut harus melalui proses review, di mana terdakwa tidak terlibat di dalamnya,’’ ujarnya.

Oleh karena itu terdakwa memohon kepada Majelis Hakim agar menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sesuai dakwaan JPU KPK. Penasehat hukum juga meminta hakim membebaskan terdakwa Fahmi Aressa dari seluruh dakwaan.

Selain itu, Fahmi juga meminta agar JPU KPK mengembalikan uang senilai Rp51,6 juta yang tergabung dalam uang total lebih dari Rp1 miliar yang disita KPK. Uang itu disebutkan diletakkan di dalam koper di lemari baju milik terdakwa. Fahmi beralasan uang itu merupakan uang iparnya yang meminta agar disetorkan ke akun investasi trading.

Usai pembacaan pleidoi, Ketua Majelis Hakim M Arif Nuryanta mempersilakan JPU KPK Ikhsan langsung menanggapi pembelaan itu secara lisan. Ikhsan mementahkan seluruh pembelaan terdakwa dan juga menolak mengembalikan uang Rp51,6 juta yang diminta.

‘’Apa yang disampaikan terdakwa maupun kuasa hukumnya bukanlah alasan pemaaf dan membenarkan kesalahan perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa yang sudah kami kemukakan dengan lengkap, seperti yang kami kemukakan dalam tuntutan,’’ tegas Ikhsan.

Sementara soal uang Rp51,6 juta itu, menurut Ikhsan tidak bisa dikembalikan. Karena terdakwa Fahmi Aressa tidak dapat membuktikan ucapannya soal sumber uang tersebut. ‘’Itu hanya keterangan terdakwa sendiri tanpa dapat membuktikan bahwa uang tersebut adalah bersumber dari pendapatan yang sah,’’ sebut Ikhsan.

Menanggapi tanggapan JPU KPK itu, penasehat hukum Fahmi Aressa menyatakan tetap pada pembelaannya. Usai mendengarkan hal itu, Hakim M Arif langsung menunda sidang hingga pekan depan dengan jadwal vonis.

Dalam sidang pekan lalu, JPU KPK menuntut Fahmi Arresa hukuman penjara 4 tahun 3 bulan dan membayar denda Rp250 juta. JPU KPK Budiman Abdul Karib dan kawan-kawan menyatakan Fahmi menerima uang gratifikasi senilai Rp1,01 miliar, sejumlah pemberian barang, dan fasilitas lainnya dari Adil.

Fahmi juga dinyatakan menerima uang dalam upaya mengondisikan hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti 2022. Uang itu dimaksudkan agar Fahmi  memberikan penilaian opini WTP. ‘’Meminta menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa atas nama Muhammad Fahmi Aressa selama 4 tahun dan 3 bulan,’’ sebut JPU KPK.

JPU KPK juga menuntut Fahmi, yang kaitannya dalam perkara ini sebagai Ketua Tim Auditor BPK RI Perwakilan Riau agar dihukum denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurangan empat bulan. Selain itu, Fahmi juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp3 juta. Bila tidak dibayar akan diganti 10 bulan kurungan.

JPU KPK dalam tuntutannya berkeyakinan bahwa Fahmi Aressa sebagai penyelenggara negara telah terbukti secara sah melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(end)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook