KUALA LUMPUR (RIAUPOS.CO) - Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, didesak mundur setelah dituduh berkhianat karena dinilai secara sepihak memutuskan pencabutan status darurat Covid-19 tanpa sepengetahuan raja.
Desakan Muhyiddin untuk mundur muncul usai Istana Raja Malaysia menegaskan bahwa Yang Dipertuan Agong Sultan Abdullah Ahmad Shah tidak pernah memberikan persetujuannya terkait rencana pemerintah mencabut status darurat Covid-19.
Raja bahkan mengutarakan kekecewaannya terhadap keputusan pemerintahan Muhyiddin tersebut.
"Itu tidak hanya gagal menghormati prinsip kedaulatan hukum tapi juga meremehkan fungsi dan kewenangan Yang Mulia sebagai kepala negara," bunyi pernyataan Istana.
Pertanyaan tegas itu dinilai langka lantaran selama ini Raja Malaysia tak pernah berbicara keras menentang pemerintah.
Setelah pernyataan Raja Malaysia dirilis, parlemen Malaysia, terutama dari kubu oposisi, meledak hingga menyerukan pengkhianatan dan desakan pengunduran diri terhadap Muhyiddin.
Dilansir dari AFP, pemimpin koalisi oposisi pemerintah, Anwar Ibrahim, mendesak Muhyiddin mundur karena dinilai telah "melanggar konstitusi, menghina institusi monarki konstitusional, dan membingungkan parlemen."
Raja Malaysia telah menerapkan status darurat Covid-19 sejak 12 Januari lalu. Perdana Menteri Muhyiddin Yassin berpendapat status darurat diperlukan untuk meredam penularan virus corona.
Deklarasi status darurat memberikan Muhyiddin kewenangan untuk menangguhkan parlemen (reses). Dengan begitu, Muhyiddin dapat menerapkan kebijakan penanganan pandemi tanpa melalui persetujuan legislatif.
Di awal pandemi, kabinet Muhyiddin dinilai berhasil menekan penyebaran dan laju infeksi Covid-19, salah satunya dengan menerapkan penguncian wilayah (lockdown) pada Maret tahun lalu. Saat itu, laju infeksi harian corona dapat ditekan.
Namun, setelah menerapkan serangkaian pelonggaran, Malaysia kembali didera gelombang baru penularan Covid-19 yang diperparah dengan penyebaran varian Delta yang lebih mudah menular.
Muhyiddin menerapkan lockdown lebih ketat pada 1 Juni hingga 30 Juli. Namun, terlepas dari lockdown dan status darurat, penularan Covid-19 Malaysia semakin buruk dan memicu kemarahan publik.
Situasi pandemi yang terus memburuk ini pun memicu amarah publik, terutama kelompok oposisi pemerintah di parlemen hingga membuat kepemimpinan Muhyiddin kembali terancam.
Partai politik terbesar Malaysia, UMNO, memutuskan menarik diri dan dukungan terhadap koalisi pemerintah.
Salah satu alasan UMNO adalah karena pemerintahan Muhyiddin dinilai gagal menangani pandemi virus corona. UMNO bahkan mendesak Muhyiddin mundur sebagai perdana menteri.
Sumber: AFP/Strait Times/Bernama/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun